Dengan penuh semangat Ali membuka warung nasi miliknya sendiri. Ali mengelola usaha warisan sang ayah yang sudah meninggal dua bulan yang lalu.
           Karena ingin membuatnya berkembang dan semakin banyak diminati, Ali menambah menu baru berupa aneka jus. Menu barunya tersebut membuat para pelanggan ramai dan antusias menghamburkan uang mereka di tempat itu. Baru satu hari beroperasi dengan menu baru, warung Ali sangat ramai sampai pelanggan baru terpaksa tidah menghamburkan uangnya disana karena kursi sudah penuh.
           Warung Ali tutup pada pukul 17.00 WIB. "Alhamdulillah ya allah baru satu hari beroperasi dengan menu baru aku untung besar," gumam Ali. Ali bertekad akan memajukan usaha warung nasinya untuk membanggakan mendiang ayahnya.
           Hari kedua membuka warungnya, Ali kedatangan seorang bocah laki-laki berusia enam tahunan. Bocah itu memesan jus semangka namun ia ingin meminumnya dirumah.
           "Om, saya pesan jus semangka satu ya," kata bocah yang bernama Riki itu. "Boleh dik, minum disini atau bawa pulang?," tanya Ali. "Saya mau bawa pulang om," tambah Riki. "Baik, silahkan ditunggu ya jusnya dik," kata Ali. Dalam hati, Riki bergumam bahwa jus semangka yang dibelinya itu tidak akan diminum melainkan diberikan kepada sang kakak yang ingin membuat manisan namun kekurangan bahan.
           Bagi Riki, tidak ada cara lain selain membeli jus sebagai bahan untuk membuat manisan. "Dik, ini ya jus semangkanya," kata Ali. "Berapa harganya om?," tanya Riki. "Harganya lima ribu saja dik," jawab Ali. Riki mengeluarkan uang lima ribu rupiah pemberian kakaknya untuk membayar jus semangkanya.
           "Terimakasih om," jawab Riki. Dengan segera Riki pergi dari warung Ali. Ali merasa senang bisa melayani bocah sepertinya. Sesampainya dirumah, Riki memberikan jus semangka itu kepada kakaknya. "Kak Aina, ini jus semangkanya kak, dipakai saja untuk bahan membuat jus semagka," kata Riki. "Terimakasih ya dik, besok kakak kasih kamu uang untuk beli jus semangka lagi ya," jawab sang kakak.
           Keesokan harinya, Riki kembali ke warung Ali. Riki memesan jus semangka lagi disana. "Om, saya yang kemarin om, saya mau memesan jus semangka lagi," kata Ali. "Oh boleh dik, kamu sukanya jus semangka ya," tanya Ali. "Iya saya memang suka jus semangka om," jawab Riki. "Ya sudah, om buatkan lagi buat kamu dik," kata Ali.
           Riki mempersiapkan uang lima ribu rupiah dari kantongnya. "Nah ini dik jus semangkanya, selamat menikmati," kata Ali tersenyum. Riki membayarnya sesuai harga nominal. Tanpa basa basi Riki pergi dari warung Ali.
           "Anak itu sopan, polos, dan ramah ya, aku tidak menyesal melayani dia, untuk kedepannya kalau dia datang lagi, aku beri saja pesanannya secara gratis, aku merasa malu harus menyusahkan anak kecil," gumam Ali.
           Riki memberikan lagi jus semangka itu kepada kakaknya yang tengah sibuk meracik manisan. "Terimakasih jusnya Riki, sekarang kakak lagi meracik manisannya," kata sang kakak. Semangat Riki untuk membantu kakaknya semakin membara.
           Lagi-lagi Riki kembali ke warung Ali untuk membeli jus semangka. Ali tidak bosan untuk melayaninya. "Om, pesan lagi ya jus semangkanya," kata Riki. Ali hanya tersenyum dan pergi membuat jus semangkanya. Setelah jus semangkanya selesai Riki hendak membayar namun Ali menolaknya.
           "Loh, kok om tidak mau menerima uang saya?," tanya Riki kebingungan. Ali dengan santai menjelaskan," kamu ini masih kecil dik, om merasa malu kalau harus buat kamu mengeluarkan uang walaupun sedikit, kamu tenang saja dik, alhamdulillah warung om selalu ramai pengunjung, jadi om tidak apa-apa harus menggratiskan jus semangka untukmu,".
           Riki merasa senang mendengar Ali ikhlas menggratiskan jus semangkanya. Riki berterimakasih dan langsung pergi. Setiap hari kecuali hari Minggu Riki selalu datang ke warung Ali membeli jus semangka. Ali tak pernah merasa bosan melayaninya karena ia tahu ini amanah dari mendiang ayahnya.
           Dua tahun kemudian, Ali berhasil menyulap warung nasinya menjadi kafe yang megah. "Alhamdulillah aku berhasil mengembangkan warung ayah menjadi kafe," gumam Ali.
           Meski sudah sukses membangun kafe, Ali masih teringat sosok Riki yang dulu selalu membeli jus semangka. "Bocah yang suka membeli jus semangka itu apa kabarnya ya? sejak warung mulai direnovasi enam bulan lalu aku tidak pernah bertemu dengannya," tanya Ali dalam hati.
           Ali memulai operasional kafenya meski bertanya-tanya akan kabar Riki. Dua minggu kemudian saat Ali hendak menutup kafenya, seorang wanita datang menghampirinya.
          "Permisi mas, mas yang namanya Ali kan? pemilik warung yang sekarang sudah menjadi kafe?," tanya wanita itu. "Betul mbak, saya sendiri," jawab Ali. Wanita itu tak lain adalah Aina, kakaknya Riki. Ia mendadak menangis di hadapan Ali.
          "Loh mbak mengapa menangis?," tanya Ali. Sambil terisak, Aina bertanya kepada Ali apakah ia mengenal dengan bocah yang suka membeli jus semangka padanya. Ali lantas menjawab bahwa ia mengenal betul bocah itu. "Bocah itu adik saya mas, dia sudah meninggal dua bulan setelah mas menutup warung untuk dijadikan kafe," tutur Aina.
          Ali terperangah dan berduka mendengar pelanggan setianya yang dulu itu sudah tiada. "Kalau saya boleh menjelaskan, adik saya itu sudah mengidap leukemia sejak usia lima tahun mas, dia sebenarnya sudah sakit-sakitan saat dia sering membeli jus semangka sama mas, jus semangka yang dia beli itu bukan dia minum namun diberikan kepada saya sebagai bahan membuat manisan mas, alhamdulillah saya sekarang saya sudah sukses membangun usaha manisan sendiri biarpun adik saya tak sempat melihatnya karena keburu meninggal dunia," Aina menjelaskan semuanya.
          Ali menangis mendengar cerita dari Aina. "Betapa mulianya hati Riki, membantu sang kakak dengan jus semangka sampai sukses membangun usaha sendiri," kata Ali terharu.
          Aina memberikan satu paket manisan untuk Ali. "Ini untuk mas sebagai balasan atas kebaikan mas sudah membantu Riki dan saya, Riki pernah berpesan kepada saya agar memberikan manisan semangka racikan saya kepada mas bila sudah berhasil punya usaha manisan, saya tidak menyangka itu adalah pesan terakhir Riki, jadi saya penuhi saja mas, sekarang saya harus ikhlas hidup sebatang kara, orangtua saya meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan," kata Aina.
          Ali berterimakasih kepada Aina atas pemberiannya. Di rumah, Ali tiada hentinya menangis. "Dik Riki, semoga kamu tenang bersama-Nya ya, om sangat bangga dengan kebaikan hatimu membantu kakakmu sampai sukses membangun usaha manisan sendiri, om akan selalu mendoakan kamu, walaupun om sudah punya kafe, om akan tetap belajar darimu membuat manisan sendiri dengan belajar dari manisan pemberianmu ini, kamulah yang sudah menginspirasi om," kata Ali dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H