[caption caption="Saya rupanya sudah kena virus writer’s block"][/caption]
Hampir setiap pagi saya memikirkan mau tulis apa di Kompasiana. Saya punya empat atau lima “ide besar”, tetapi sayangnya semua saya coret dari daftar.
Saya rupanya sudah kena virus writer’s block.
Tiga alasan kenapa saya kena virus tersebut adalah:
- Sebab ada yang kritik tulisan saya. Orang yang saya hormati dalam dunia tulis-menulis,
- Sebelumnya, saya ditolak bekerja di bidang yang berkaitan dengan tulis-menulis. Pekerjaan impian saya,
- Sebelumnya lagi, guru saya, sambil membaca tulisan saya, selalu bilang gini,”Kamu harus kerja keras nih kayaknya.”
Tiga alasan itu, kalau berdiri sendiri, tidak ada masalah, tapi begitu mereka bergabung, mereka jadi kuat: langsung menghancurkan seluruh kekuatan saya. Saya payah, tulisan saya tidak ada gizinya, saya – seperti kata Om Pram – seperti sedang berak. Siapa pun yang baca tulisan saya pasti langsung muntah. *malu*
Rahasia Keluar dari Tekanan Writer’s Block
Cara paling sulit adalah menerima fakta bahwa Anda sudah terjangkit virus writer’s block. Satu kali saja Anda tahu bahwa Anda sakit, gampang menyembuhkannya.
Apa obatnya? Obatnya adalah tulis kalimat yang paling payah menurut Anda.
Di Hollywood ada seorang psikolog bernama Barry Michels. Harga per jam untuk konsultasi agar terbebas dari writer’s block adalah $375. Kepada seorang penulis Om Barry pernah menyuruh agar sekali sehari berlutut di depan komputer dan berdoa supaya Tuhan membantu si penulis menulis kalimat yang paling jelek yang belum pernah ditulis. Si penulis berpikir ini bodoh sekali caranya, tapi beberapa bulan kemudian si penulis menjadi pemenang Academy Award.
Mengapa Anda mau menulis kalimat yang jelek? Bagaimana bisa terapi seperti itu menyembuhkan Anda?
Bisa menghalau sikap ingin sempurna
Apabila seseorang menulis dengan keinginan agar kalimat yang dibuatnya menjadi quote, menjadi kalimat yang excellent, maka itu adalah hasrat orang yang tidak waras. Itulah menyebabkan writer’s block. Setiap pagi dua jam waktu saya terbuang percuma hanya karena saya kepengen menulis artikel yang top habis, yang sekaligus juga merupakan artikel dalam format tertutup – menolak kritikan. Tentu saja tidak mungkin. Lebih baik menulis sesuatu yang bisa diterima, dan apabila mungkin: Bersedia diserang.
Anda tidak bisa menginspirasi diri sendiri
Inspirasi tidak keluar dari dalam Anda. Inspirasi adalah karunia dari sesuatu yang ada di luar Anda, jadi jika artikel Anda payah, itu bukan salah Anda.
Jika Anda sadar bahwa tanggung jawab untuk menulis sesuatu yang lebih dalam, lebih dahsyat, lebih hebat itu berada di luar Anda, maka Anda akan bebas dari rasa ingin sempurna, yang menyebabkan writer’s block.
Sebab hal itu tidak mungkin
Menulis kalimat yang norak, payah, atau kacau sebenarnya sama sulitnya dengan menulis kalimat yang hebat, dengan alasan: Sengajalah membidik pola kalimat atau tata bahasa yang mengerikan, buruk, jelek, pasti tidak lama kemudian Anda akan bebas dan terciptalah karya terbaik Anda.
Jika Anda membiarkan diri sendiri menjadi penulis yang payah, Anda sebenarnya sedang mengizinkan diri sendiri menjadi penulis besar.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H