Mohon tunggu...
Yoss Prabu
Yoss Prabu Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang hobby menulis tapi tak pernah dipublikasikan. Aktivis teater, tapi jarang-jarang kumpul dengan insan teater. Agak aneh, memang. Ya, begitu. Biarkan saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mundurlah, Gus!

7 Desember 2024   07:13 Diperbarui: 7 Desember 2024   07:16 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mundurlah, Gus.

Yoss Prabu

Gus, nama Anda telah menggaung sebagai tokoh penting dalam dunia dakwah dan agama. Tidak hanya dikenal sebagai seorang kyai kondang, Anda juga memiliki posisi penting yang cukup strategis di negeri ini. Namun, dengan segala hormat, ada baiknya kita bersama-sama merenungkan satu hal. Apakah kehadiran Anda sebagai pejabat publik benar-benar masih membawa manfaat sebesar saat Anda murni berdakwah sebagai ulama?

Sebagai ulama yang disegani, Anda menjadi panutan bagi banyak orang. Tapi, ketika seorang ulama terjun sebagai pejabat, dengan posisi penting, situasinya tidak sesederhana ceramah di atas podium. Ada konsekuensi besar yang menyertai, baik terhadap nama baik Anda maupun pesan yang selama ini Anda sampaikan. 

Banyak yang mulai mempertanyakan: apakah Anda masih menjadi ulama yang teguh, atau justru mulai terlalu dekat dengan lingkaran kekuasaan?

Sebagai ulama, tugas Anda adalah menuntun umat. Tapi, ketika jabatan publik menjadi bagian dari kehidupan, fokus itu pun mulai terpecah. Bagaimana mungkin seseorang bisa sepenuh hati mendampingi umat jika waktu dan perhatian terpecah antara tanggung jawab agama dan urusan jabatan? Bukankah tugas Anda lebih mulia ketika sepenuhnya berdakwah?

Jabatan, sering kali penuh godaan. Banyak tokoh besar sebelum Anda yang akhirnya terseret arus kepentingan politik, hingga melupakan akar perjuangannya. Harapan umat kepada Anda sangat besar, Gus. Mereka ingin melihat yang tulus menyuarakan kebenaran tanpa beban jabatan.

Dulu, Anda dihormati sebagai ulama yang tegas, sederhana, dan membumi. Namun, sejak masuk ke ranah jabatan, banyak yang mulai mempertanyakan apakah semua langkah Anda murni untuk umat atau untuk menjaga hubungan dengan para pejabat lainnya. Ini bukan tuduhan, Gus, melainkan keprihatinan dari mereka yang mencintai Anda sebagai ulama.

Ketika seorang tokoh agama seperti Anda berada di lingkaran kekuasaan, banyak yang akhirnya melihat Anda sebagai bagian dari sistem itu. Sistem yang, celakanya, sering kali dianggap kurang berpihak kepada rakyat kecil. Bukankah lebih baik bagi seorang ulama untuk tetap menjaga jarak dari kekuasaan agar suaranya tetap murni?

Mungkin ini saat yang tepat untuk merenung. Apakah dengan bertahan di jabatan tersebut Anda masih bisa menjalankan peran sebagai ulama yang independen? Ataukah justru Anda akan terjebak dalam rutinitas duniawi yang akhirnya merusak kepercayaan umat?

Mundur dari jabatan bukanlah tanda kelemahan, Gus. Justru itu adalah bentuk keberanian dan kebesaran hati. Anda akan dikenang sebagai seorang ulama yang memilih kehormatan dan pengabdian kepada umat di atas segalanya.

Gus, kami tidak membenci Anda. Justru kami sangat menghormati Anda. Karena itu, kami ingin melihat Anda kembali pada jalan yang selama ini Anda tempuh sebagai seorang ulama yang mencintai umatnya. Lepaskan beban jabatan yang hanya akan membatasi langkah Anda. Kembali ke pangkuan umat yang selalu menunggu pencerahan dari Anda.

Mundurlah, Gus. Bukan karena Anda tidak mampu, tapi karena umat membutuhkan Anda lebih besar sebagai ulama daripada seorang pejabat. Dan bukankah, mengabdi kepada umat adalah jalan terbaik menuju keberkahan?

Namun juga sangat penting untuk diingat, akankah nama besar Anda tetap menggaung di hati dan jiwa para pemuja Anda?  

Salam hormat dan harapan, dari mereka yang selalu suka dengan ceramah-ceramah Anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun