Harmoni Pilkada dan Hari Guru
Oleh: Yoss Prabu
Setiap tahun, Hari Guru diperingati sebagai momen untuk mengenang jasa para pendidik dalam membangun generasi penerus bangsa. Namun, pada 2024 ini, Hari Guru justru bertepatan dengan dinamika politik lokal. Pemilihan Kepala Daerah Serentak. Pilkada. Yang juga justru menjadi perhatian utama masyarakat. Hubungan antara keduanya mungkin terlihat sepele di permukaan, namun jika direnungkan lebih dalam, Pilkada dan Hari Guru sebenarnya memegang kunci penting untuk masa depan bangsa.
Guru adalah garda terdepan dalam mencetak generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap memimpin di masa depan. Dengan dedikasi mereka, anak-anak dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi, diberi peluang untuk bermimpi besar. Sayangnya, tantangan yang dihadapi guru di Indonesia masih begitu kompleks. Dari masalah kesejahteraan hingga kurangnya fasilitas pendidikan, guru sering kali harus bekerja keras melebihi batas, demi memastikan pendidikan yang layak bagi murid-muridnya.
Di sisi lain, ketika Pilkada menjadi ajang bagi para pemimpin lokal terpilih yang seharusnya mampu menyusun kebijakan untuk mendukung sektor pendidikan. Dalam konteks ini, suara guru dan masyarakat pendidikan seharusnya menjadi prioritas bagi para calon pemimpin daerah. Namun, apakah itu selalu terjadi?
Pilkada bukan sekadar kontestasi politik, tapi juga cerminan harapan masyarakat terhadap perubahan. Dalam janji-janji kampanye, pendidikan sering kali menjadi salah satu topik utama. Calon kepala daerah berlomba-lomba menjanjikan beasiswa, pembangunan sekolah baru, atau peningkatan kesejahteraan guru. Namun, setelah terpilih, tidak sedikit dari mereka yang lupa akan janji-janji tersebut.
Di sinilah peran guru menjadi lebih besar dari sekadar pengajar di kelas. Mereka harus ikut menyuarakan aspirasi, memastikan bahwa kepentingan pendidikan tetap menjadi prioritas kebijakan. Guru tidak hanya mendidik siswa, tetapi juga memberikan pencerahan kepada masyarakat agar memilih pemimpin yang benar-benar peduli pada pendidikan. Dengan cara ini, Pilkada dapat menjadi sarana yang efektif untuk memperkuat sektor pendidikan dan menciptakan masa depan yang lebih cerah.
Hari Guru yang jatuh di tengah suasana Pilkada memberikan kesempatan untuk merenungkan hubungan keduanya. Bagaimana guru dapat memanfaatkan momen ini untuk mengadvokasi kepentingan pendidikan? Bagaimana Pilkada dapat menjadi jalan untuk memperbaiki kondisi guru dan siswa di daerah-daerah terpencil? Pertanyaan-pertanyaan ini harus menjadi bagian dari diskusi publik, agar perhatian terhadap pendidikan tidak hanya muncul saat kampanye, tetapi juga menjadi agenda nyata sepanjang masa jabatan pemimpin daerah.
Pendidikan adalah fondasi utama untuk membangun bangsa yang maju. Jika para pemimpin daerah yang terpilih benar-benar memprioritaskan pendidikan dan mendengarkan aspirasi para guru, maka masa depan bangsa Indonesia akan lebih terjamin. Sebaliknya, jika pendidikan terus dikesampingkan, maka generasi mendatang akan tumbuh tanpa pondasi yang kuat untuk menghadapi tantangan global.
Hari Guru bukan hanya hari untuk menghormati jasa para pendidik, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya kolaborasi antara semua pihak -- guru, masyarakat, dan pemerintah. Pilkada sebagai mekanisme demokrasi lokal seharusnya menjadi titik balik untuk memajukan pendidikan, bukan sekadar arena politik.
Sebagai bangsa yang ingin maju, kita perlu melihat lebih jauh dari sekadar momen seremonial. Hari Guru dan Pilkada adalah pengingat bahwa pendidikan dan politik saling terkait erat. Melalui keduanya, masa depan bangsa ini sedang dibentuk -- bukan untuk hari ini, tetapi untuk generasi yang akan datang.
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H