Mohon tunggu...
Yossie Fadlila Susanti
Yossie Fadlila Susanti Mohon Tunggu... Guru - Pendidik PAUD

Travelling susur tempat bersejarah seperti candi-candi peninggalan nenek moyang, bangunan kuno, dan mengulik sejarahnya adalah hal yang sangat saya sukai disamping profesi sebagai pendidik anak usia dini.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Drama Jelang Buka Puasa

31 Maret 2023   21:43 Diperbarui: 7 April 2023   09:52 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         

          Waktu sudah lewat asyar, Andini belum mempunyai persiapan apa-apa untuk berbuka keluarganya nanti. Tadi pagi ia tak sempat berbelanja di tukang sayur langganan yang biasa mangkal pagi di kampungnya. Karena ia harus berangkat pagi-pagi sekali untuk mengantar pesanan jahitan ke salah seorang pelanggannya. 

         Semalam ia tidur sampai larut malam untuk merampungkan seragam batik milik Bu Yashinta, guru SD yang sudah menjadi pelanggannya sejak 5 tahun yang lalu. Setelah mengantar baju seragam Bu Yashinta, Andini langsung menuju ke tempat kerjanya.

        Sepulang dari tempat kerja, Andini berencana mampir ke pasar. Ia berniat membeli masakan yang sudah matang. Waktunya sudah tak cukup  untuk membeli bahan mentah dan  kemudian memasaknya di rumah. Bulan Ramadan seperti ini, banyak sekali warung-warung dadakan yang ikut mencari tambahan rejeki melalui  berjualan makanan

        Sebuah angkot L300 menepi, Andini segera naik. Angkot sudah penuh, tapi Andini bertekad untuk tetap naik. Ia tak ingin anak dan suaminya tidak bisa berbuka puasa karena belum ada makanan di rumah.

         Sampai di pasar, Andini segera turun dari angkot. Penjual masakan matang siap saji berderet panjang di depannya. Semua ada, lauk-pauk aneka macam, sayur berkuah bening atau bersantan, aneka kue basah, bermacam gorengan, aneka jenis minuman, semua tinggal pilih sesuai selera. Dan tentunya sambil mempertimbangkan isi dompet. Jangan sampai, karena perut kosong seharian, dan saat melihat berbagai suguhan makanan di depan mata, jadi kalap ingin membeli berbagai macam makanan. Andini paham akan hal itu. Ia tak pernah meninggalkan kajian-kajian yang diadakan seminggu sekali di masjid.

         Bukankah sudah dijelaskan dalam Surat Al-A'raf ayat 31, bahwa umat Islam diperintahkan untuk tidak berlebihan dalam makan dan minum karena Allah SWT tidak suka dengan perbuatan berlebihan atau disebut israf.

        “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

        “Ibnu Asyur berpendapat dalam kitabnya at – Tahrir wat – Tanwir, ayat di atas terdapat prinsip-prinsip pemeliharaan kesehatan, khususnya mengenai makanan. Perintah di atas berupa anjuran dan tuntunan untuk tidak berlebihan dalam makan dan minum, bukan sebagai bentuk pengharaman.

          Andini paham dengan menu kesukaan anak dan suaminya. Ia segera berjalan menuju sebuah warung tenda yang menyediakan berbagai macam masakan siap saji.         

        “Bu, saya nasi gudangan 2 bungkus ya, tambah ikan asinnya 2 bungkus juga. Opor ayam kampungnya 3 potong saja.” pinta Andini kepada Ibu penjaga warung.

         Andini ingat di kulkas masih ada ½ Kg telur ayam negeri dan sepotong tempe yang dibelinya di tukang sayur langganan. Untuk berbuka nanti cukup dengan nasi gudangan, ikan asin dan tempe berbungkus daun pisang  yang akan segera digorengnya sesampai di rumah nanti. Menu sederhana, namun disukai oleh keluarga kecilnya. Dan opor ayam kampung direncanakan untuk menu sahur nanti. Tak lupa ia membeli 3 cup es campur dan beberapa jajanan kesukaan Amalia putrinya. Setelah semua selesai, Ibu penjaga warung segera menghitung berapa yang harus dibayar Andini.

            “ Semua enam puluh lima ribu rupiah Mbak,” kata Ibu penjaga warung.

Andini segera merogoh tas untuk mengeluarkan dompetnya. Tetiba, wajahnya mendadak berubah tegang dan panik.

            “Dompetku ... haduh, mana dompetku,” katanya gugup. “Perasaan tadi sudah aku masukkan ke dalam tas.” lanjutnya kebingungan.

            “Dicari pelan-pelan dulu Mbak,” ucap Ibu penjaga warung dengan sabar. ”Mungkin keselip di dalam.”

            “Ya Rabb ... apa tadi .. di dalam angkot? ”  Andini tidak berani melanjutkan. Ia tidak mau berprasangka buruk.

            “Mbak kalau memang tidak ketemu dompetnya, dibawa dulu ndak apa-apa kok, kan Mbak sering beli di sini,” kata Ibu penjaga warung berusaha menenangkan Andini.

          “Tapi Bu, saya ... saya,”  air matanya mulai menetes perlahan. 

           Andini teringat uang di dompetnya masih ada beberapa ratus ribu rupiah. Sengaja ia menyisihkannya untuk membeli jaburan anak-anak berbuka puasa di masjid dan untuk membelikan baju baru Amalia putrinya.  Mereka adalah keluarga sederhana, namun tak pernah lupa untuk tetap berbagi pada sesama, apalagi sekarang adalah  Bulan Ramadan, bulan penuh ampunan ini, umat muslim dianjurkan untuk memperbanyak amalan baik seperti dengan memberi sedekah.

إن الله تعالى جواد يحب الجود ويحب معالي الأخلاق ويكره سفسافها

Artinya : “Sesngguhnya Allah Ta’ala itu Maha Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.” – HR. Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Shahibul Jami, 1744.

            Dalam keadaan kalut, sedih dan bingung, tiba-tiba, hapenya berbunyi. Andini yang masih menangis segera mengambilnya. Dilihatnya nama Ririn, teman kerjanya menelepon via WhatsApp.

            “Assalamu’alaikum,” jawabnya terbata-bata.

            “Wa’alaikumsalam, Mbak kamu di mana?” terdengar suara seorang wanita berbicara di seberang sana.

            “Aku di pasar Rin,” jawab Andini. “Kamu di mana?” Andini balik bertanya. Ia berniat meminta tolong Ririn untuk meminjaminya uang.

            “Aku masih di jalan, aku sengaja berhenti di pinggir jalan untuk menelepon Mbak, tadi aku mampir dulu ngobrol sama Bu Puspa tentang rencana kegiatan pemberian santunan untuk anak yatim Mbak. Dan aku lihat Mbak Dini sudah naik angkot” Jawab Ririn tenang.

            “Oh, Rin kamu bisa ke sini ndak? Kepasar, yang bagian makanan? Aku ... aku ... dompetku hilang Rin,” ucap Andini lirih  dan hampir menangis.

            “Mbak, makanya aku menelepon Mbak dan menanyakan di mana posisi Mbak sekarang karena, dompet Mbak Dini ada padaku. Tadi Pak Anton menemukan dompet Mbak masih tergeletak di depan pintu satpam Mbak.

            “Masyaallah ..... oh iyaa, aku lupa,” kata Andini setengah menjerit karena kegirangan.

            “Tadi aku sempat mengeluarkan dompet saat berhenti di depan Pos Satpam untuk membayar pulsa ke Mbak Dewi!” lanjutnya. Matanya kini berbinar-binar. Hatinya mulai tenang, senyumnyapun mengembang. Ia sudah terbiasa menyiapkan uang receh di saku secukupnya untuk membayar angkot. Jadi tak perlu membuka dompet lagi.  Makanya ia tak menyadari dompetnya tidak ada di dalam tasnya. 

            “Bu, maaf, teman saya sebentar lagi ke sini membawa dompet saya,” ucap Andini sambil tersenyum malu.

            Ibu Penjaga warung yang sejak tadi mendengar pembicaraan Andini dan Ririn via telepon pun ikut tersenyum.

            “Iya Mbak ndak apa-apa, kalau masih rejekinya, gak akan hilang kok Mbak,” jawab Ibu penjaga warung.

            Tak berapa lama, Ririn datang membawa dompet Andini. Keduanya cekikikan karena geli atas  apa yang  telah dialami Andini.

            “Astaghfirullah .... ampunilah aku Ya Allah, aku tadi sempat su’udzon dengan salah satu penumpang angkot Rin,” kata Andini sambil berbisik. Sebenarnya ia malu menceritakannya kepada Ririn. “Astaghfirullah,” sekali lagi Andini mengucap istighfar sambil mengelus dadanya.

            Waktu sudah hampir jam 5 sore. Andini harus segera bergegas pulang ke rumah. Anak dan suaminya pasti sudah khawatir menunggunya.

            “Ayo Mbak, aku boncengin sampai rumah,” kata Ririn.

            “Lah, kamu gimana nanti, kamu juga akan terlambat sampai rumah hlo,” ucap Andini khawatir.

            “Ndak Mbak, tadi aku sudah telepon Ibu di rumah, aku sudah ijin untuk mengantarkan dompet Mbak Dini dulu,” jawab Ririn sembari menghidupkan motornya.

            “Bener nih? Gak apa-apa? Kalau begitu, sekalian buka puasanya di rumahku aja Rin,” pinta Andini pada Ririn.

            “Kasian Ibu Mbak, nanti Ibu tidak ada yang menemani buka kalau aku buka puasa di rumah Mbak,” jawab Ririn meyakinkan. “Sejak bapak  meninggal sekitar setahun yang lalu, Ibu selalu minta ditemani Mbak,” lanjutnya.

            Tak terasa akhirnya sampai juga mereka di depan rumah Andini. Ririn langsung pamit untuk pulang, ia khawatir ibunya sudah menunggunya di rumah.

            “Terima kasih banyak ya Rin, kalau kamu gak datang tadi, haduh betapa malunya aku,” kata Andini sambil memeluk Ririn.

            “Hati-hati di jalan ya Rin,” ucap Andini sambil melambaikan tangan.

            “Alhamdulillah semua indah pada waktunya, Allah selalu menolongku, Allahu Akbar,” gumam Andini sambil berjalan masuk ke dalam rumah.

            “Buka puasa hari ini penuh drama ya Yah,” kata Andini pada suaminya.

            “Ahh ... Ibu ada-ada saja,” jawab suaminya sambil tersenyum. Kemudian mereka segera mengambil air wudhu untuk shalat magrib bersama.

~ Yfs ~

Ambarawa, 31 Maret 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun