Mohon tunggu...
Yossie Fadlila Susanti
Yossie Fadlila Susanti Mohon Tunggu... Guru - Pendidik PAUD

Travelling susur tempat bersejarah seperti candi-candi peninggalan nenek moyang, bangunan kuno, dan mengulik sejarahnya adalah hal yang sangat saya sukai disamping profesi sebagai pendidik anak usia dini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Balitaku, Jalan Hidayahku

25 Maret 2023   22:35 Diperbarui: 1 Juni 2023   22:49 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Koleksi Pribadi

           Ya, Ranti adalah mu’alaf. Dan dia belum sempat belajar mengaji meski Syifa putrinya sudah berusia 3 tahun.  Waktunya banyak tersita di garmen tempatnya bekerja. Selama ini Ranti baru belajar sholat dan bacaannya. Entah benar atau tidak cara membacanya. Ranti membeli sebuah buku “Tuntunan Sholat Wajib” dari sebuah toko kecil di sudut jalan, yang  juga biasa menjual keperluan seragam dan peralatan sekolah.

            Dengan tekad belajar sholat secara mandiri. Sesekali Ranti menanyakan tentang bagaimana gerakan dan cara membaca yang benar dalam sholat kepada teman sekantornya. Ia sudah sering melihat bagaimana mereka sholat, jadi paling tidak Ranti sudah tahu urutan gerakan sholat. 

            Mas Dimas, suaminya, tidak pernah memaksanya untuk belajar tentang agama Islam. Dia memberikan ruang dan waktu, berharap agar Ranti bisa menemukan hidayah untuk hijrah menjadi seorang muslimah yang baik dari hatinya sendiri. Bukan karena Dimas menikahinya secara Islam.

            Ternyata Eyang Utinya, Ibu Ranti, setiap sore selalu membawa Syifa ke masjid untuk ikut mengaji bersama teman sebayanya. Ibu Ranti masih tetap beragama Kristen, tapi beliau mempunyai toleransi yang sangat luar biasa kepada Ranti, menantu dan cucunya.    Sungguh, seperti sebuah teguran dari Yang Maha Kuasa, Ranti merasa malu, justru Ibunyalah yang membawa putri kecilnya ke masjid dan mengenalkannya pada agama cucunya. Membelikannya beberapa pasang  jilbab dan baju muslim. Justru bukan Ranti. Ranti berusaha berintrospeksi dirinya, dan memikirkan cara bagaimana menemukan solusi atas masalah yang dihadapainya.

            Kesibukan bekerja di kantor telah membuatnya terlena. Dia nyaris lupa bahwa pendidikan agama juga penting bagi putri semata wayang kesayangannya, yang menjadi tanggungjawabnya sebagai seorang ibu.

            Hari Sabtu, seperti biasa Ranti pulang lebih awal dari biasanya. Di dekat gang masuk perumahannya, Ranti berpapasan dengan Bu Nana, yang sedang berada di depan rumah beliau. Ia tahu Bu Nana adalah seorang Ustadzah yang sering memberikan kajian di lingkungannya.

            “Assalamu’alaikum Bu,” sapa Ranti ramah. 

            “Wa’alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh, baru pulang Mbak?” tanya  Bu Nana lembut. Singkat cerita, meminta waktu untuk bertemu Bu Nana nanti malam.

            “Monggo Mbak Ranti, saya tunggu dengan senang hati,” jawab Bu Nana setelah mendengar permintaan Ranti.

            Obrolan panjang lebar terjadi malam itu di rumah Bu Nana. Sengaja Ranti menitipkan Syifa ke ibunya, supaya bisa mengobrol tentang peristiwa yang dialaminya bersama Syifa.

Senyum Bu Nana mengembang, beliau tampak sabar dan penuh kehati-hatian dalam menanggapi dan menjawab berbagai pertanyaan dari Ranti. Rasa lega luar biasa mengisi penuh dadanya. Bahagia karena Ranti telah merasa menemukan solusi dari rasa galaunya selama ini. Bu Nana sanggup membantu Ranti dan Syifa untuk les privat membaca Iqra di rumah.        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun