Mohon tunggu...
Yosrizal Siahaan
Yosrizal Siahaan Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas Pertanian UISU medan yang mencoba menjadi manusia yang berguna untuk keluarga, orang lain, Nusa dan bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Refleksi Operasi Zebra: Memberikan?

1 Desember 2014   22:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:19 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak dimulainya operasi zebra 5 hari yang lalu oleh mabes Polri, sudah sekitar 2.561 kendaraan yang terjaring di daerah Sumatera Utara. Memang, kalau dilihat dari tujuannya operasi ini sangat relevan dilakukan untuk mengurangi dampak kecelakaan lalu lintas dan korban jiwa yang di akibatkannya. Selain itu operasi zebra ini juga bertujuan memberikan kondisi yang aman dan kondusif sebelum perayaan hari natal. Di jalanan, masyarakat pengendara dituntut untuk lebih berdisiplin mentaati aturan lalu lintas serta melengkapi surat-surat izin dan kepemilikan kendaraan.

Jelas, operasi zebra ini sangat bermanfaat bagi kelanjutan keamanan berkendara di jalanan. Namun bagi masyarakat sebagai pengendara, operasi ini sungguh di nilai mengkhawatirkan. Sebab tidak-tanduk personil kepolisian lalu lintas sebelum dilakukan operasi zebra ini sudah di nilai tidak profesionalisme dan mendapat stigma negatif dari masyarakat. Ketika masyarakat memperbincangkan soal kepolisian lalu lintas, jelas masyarakat langsung mem-bully dan berpandangan negatif terhadap kinerja personil kepolisian lalu lintas.

Tebang pilih/ pilih kasih untuk menilang

Bahwa ketika melihat realita yang terjadi di jalanan, polisi selalu tebang pilih dalam mengakkan peraturan berkendara, seperti pengunaan helm, surat kepemilikan berkendara, dan surat izin mengemudi.Tebang pilih penegakkan peraturan yang di lakukan oleh personil kepolisian seperti membiarkan sesama pihak kepolisian melintas jalan tanpa helm, begitupun untuk pihak tentara, PNS, dan preman-preman yang lulu–lalang melintasi personel kepolisian tanpa helm bahkan dengan knalpot blonk. Hal ini jelas mendapat penilaian dari masyarakat yang melihatnya.

Padahal tujuan aturan penggunaan helm adalah agar mata terlindung dari debu, dan untuk meminimalisir kondisi kepada apabila terjadi kecelakaan lalu lintas. Namun, dalam hal pengendara yang mengantarkan anaknya sekolah, kepolisian tidak menindak pengendara tersebut. Selanjutnya, hal ini akan menjadi budaya dan ketidaksadaran masyarakat akan fungsi menggunakan helm standart.

Damai itu Rp. 20.000,-

Akhir-akhir ini terdapat dogma masyarakat yang menjuluki personil kepolisian lalu lintas, yaitu “Damai itu Rp. 20.000/Rp. 30.000 / Rp. 50.000”. Hal ini seharusnya menjadi tamparan bagi kepolisian dan harus segera dilakukan pembersihan dogma negatif public tersebut, yaitu dengan melakukan evaluasi dan perbaikan-perbaikan di tubuh internal kepolisian. Nyatanya, kepolisian sekarang seperti tebal muka atau bisa dikatakan bangga mendapat julukan itu dari masyarakat.

Padahal aturan denda bagi pengendara yang melanggar aturan lalu lintas tersebut, adalah untuk membuat efek jera bagi masyarakat dan diharapkan setiap masyarakat yang sudah pernah di tilang oleh kepolisian, mampu menjadikan itu sebagai pengalaman atau hikmah dan “kapok” untuk mengulangi kesalahannya tadi. Namun peraturan ini justru dilaksanakan tidak tegas malah di manfaatkan oleh kepolisian untuk “mengompas” dengan dalih berdamai bagi pengendara dengan harga yaitu dengan harga Rp. 20.000 sampai Rp. 50.000,-. Bahkan bisa “Discount/ Sale 50%” kalau pengendara mampu melakukan berbagai cara negosiasi dengan kepolisian, ada yang pura-pura ga bawa uang, ada yang menjual nama saudara-saudara yang di kepolisian, bahkan pernah saya mendengar dalam proses negosiasi bahwa kepolisian meminta nomor HP “ayam kampus” dikampus saya. Ini sangat jelas mencoreng, menampar, menumbuk, mencambuk, mempermalukan wajah kepolisian RI.

Pada saat sidang menilangan, prosesnya juga sangat cepat dan praktis, bahkan bias menggunakan jasa calo. Sehingga pengendara sangat dimudahkan dan tidak jera untuk melanggar lalu lintas kembali.

Memanfaatkan kemacetan untuk menilang

Kali ini, contoh kinerja kepolisian yang lebih memprioritaskan menilang ketimbang menguraikan kemacetan. Kali ini contoh nyata terjadi di simpang lampu merah JL . Ah Nasution daerah titi kuning medan johor. Dimana pada daerah simpang tersebut, kondisinya dikenal sangat mengundang kemacetan pagi, siang, dan sore hari.

Kasusnya, dalam kondisi macet dimana pengendara sangat berjalan pelan dan rapat serta interval waktu lampu lalu lintas yang singkat, jelas menjadi ladang bagi personil kepolisian lalu lintas. Bagi pengendara terutama mobil pribadi dan truck yang tidak hati-hati dan cermat dalam melihat waktu lampu merah, siap-siaplah akan digiring personil kepolisian dan dishub dengan kesalahan menerobos lampu merah.

Revolusi Mental

Kalau berniat baik untuk mengubah kondisi ini, sangat banyak solusi yang sangat umum dan pastilah diketahui banyak orang dan pihak kepolisian. Adalah revolusi mental, program yang menjadi slogan pemerintahan JOKOWI-JK untuk membenahi bangsa ini termasuk juga didalamnya pihak kepolisian.

Kepolisian harus berbenah secepat mungkin, lebih cepat lebih baik. Untuk mengubah sikap masyarakat harus lah silakukan pihak kepolisian terlebih dahulu. Dengan jiwa melayani, serta menjadi tauladan bagi masyarakat dalam berkendara. Tegas dalam menegakkan aturan di jalanan terhadap siapapun yang melanggar aturan.

Revolusi mental bukan juga untuk personil lapangan, namun juga bagi personil kepolisian yang bagian administrasi. Untuk menghindari kecelakaan lalu lintas, factor skill dan kemampuan pengendara juga harus menjadi nilai. Maka dari itu, dalam membuat surat izin mengemudi, harus benar-benar dilakukan menjalankan prosedur dengan menguji kemampuan pengendara.

Sekarang dalam mengurus SIM, ada istilah yang sudah dikenal banyak oang, yaitu “SIM tembak”. Yaitu membuat SIM yang praktis tanpa mengikuti prosedur pengujian. Bagi yang memiliki banyak uang dan orang dalam di kepolisian, tentu dapat memiliki SIM dengan cepat.

"Kalau kita bisa mengadopsi dan belajar dari dari film Sponge Bob Square , bahwa Sponge Bob sangat susah mengurus SIM akibat tidak memiliki kemampuan dalam berkendara dan mentaati aturan lalu lintas. Pernah suatu ketika nyonya puff guru sekolah mengemudi Sponge Bob terpaksa memberikan SIM kepada Sponge Bob karena bosan dan kesal dengan ulahnya dan tak kunjung lulus, akhirnya jalanan kota Bikini Bottom hancur karena ulah mengemudi Sponge Bob."

Adanya proses pembuatan SIM Tembak di kepolisian, akan berdampak pada pengemudi lain, dan akhirnya menyebabkan kecelakaan dan korban jiwa. Sebab, pengemudi yang belum memenuhi syarat dalam mengemudi.

Akhirnya, kegiatan baik melalui operasi zebra ini hanya beberapa hari. Setelahnya, jalanan akan kembali tidak kondusif dan rawan kecelakaan lalu lintas dikarenakan belum terbentuknya budaya dan kesadaran masyarakat dalam mengemudi yang baik dan aman.

Sebagai penutup, mengutip kata-kata Prof. Solly Bali, “Mau jutaan sekalipun peraturan-peraturan baik dibuat, kalau mental pelaksananya masih seperti sekarang ini, aturan-aturan itu hanya tinggal di Arsip Lemari”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun