Mungkin judul yang saya tuliskan di atas dianggap pro, seakan-akan membela kejahatan Ferdy Sambo. Saya hanya memberikan pendapat analisa sesuai kapasitas yang ada.
Bagi saya kejahatan adalah musuh kita bersama, Â bentuk menghakimi satu sama lain tak terlepas bagi manusia, menghakimi bukan hak masyarakat sipil untuk mengadili tindakan Ferdy Sambo, karena setiap kesalahan pasti ada pertanggungjawaban, nama juga manusia, tidak terlepas dengan dosa,Â
dari kasus yang di hadapi Irjen Pol Ferdi Sambo beserta keluarga, pasti ada hikmah di balik peristiwa yang mereka hadapi,  ada mekanisme hukum dan proses peradilan yang akan dilalui berdasarkan Asas Praduga Tidak Bersalah, karena semua ada pada kehendak  hakim untuk memberikan putusan yang adil.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata menghakimi adalah mengadili atau berlaku sebagai hakim terhadap seseorang yang melakukan kesalahan. Ada nats yang bertuliskan Jangan kamu menghakimi supaya kamu tidak dihakimi.
Â
Meskipun kasus tersebut  belum sampai di meja pengadilan, tapi ada beragam framing dan spekulasi yang timbul di beberapa media mainstream, seakan-akan motif itu sudah di anggap sebagai kebenaran, di sisi lain persepsi  masyarakat juga turut menghakimi  lewat jari dan mulut tanpa tahu sebab dan akibat (Teori Kausalitas).
Artinya, kewenangan mutlak ada pada yang berwenang untuk mengungkapkan fakta lewat bukti-bukti di (TKP), unsur pidana delik materil juga sudah terpenuhi, karena sudah ada pengakuan dari tersangka dan beberapa terduga yang sengaja ikut terlibat.Â
Kita hanya menunggu dan menyaksikan sampai dimana tahap pembuktian, pelimpahan berkas kepolisian ke kejaksaan sampai pada pengadilan untuk mempertimbangkan, penuntutan dan putusan.
Non Aktif Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo telah dikenakan pasal 340 juncto pasal 55- 56 KUHP,  pasal tersebut menjadi  ancaman yang menggelitik, karena ancaman pasal tersebut lumayan berat, bisa hukuman mati, hukuman seumur hidup dan hukuman kurungan 20 tahun penjara.
Lewat desakan para Advokat pemberani  Komarudin Simanjuntak, Jonson Siagian dan kawan-kawan yang mengawal membela matian-matian kasus tersebut. Akhirnya skenario   pembunuhan berencana terhadap Almarhum Brigadir J  bisa terkuat dan  bisa diungkapkan di publik,  perhatian publik terhadap kasus Ferdy Sambo dan kasus Jesika Sianida hampir mirip,  tapi yang  berbeda adalah Polisi tembak Polisi, bisa diartikan atasan tembak ajudan kepercayaan.
karena sudah menyangkut martabat Institusi (POLRI) , kasus tersebut memang hangat-hangatnya mencuat dipertengahan tahun 2022, tak lepas dengan itu para akademisi praktisi hukum juga ramai membahas kasus tersebut sebagai bahan kajian berdasarkan kacamata pidana dan kriminologi, dari kronologi tersebut tentunya masyarakat penasaran apa motif yang sebenarnya terjadi, sehingga motif sengaja diplesetkan sebagai alasan pembenar, padahal motif pada dasarnya tidak dibenarkan  dalam bukti hukum pidana. Â
Tapi satu sisi para pegiat media sosial yang sengaja menebar hoax dan sisi kedua ada saja penunggang kepentingan demi memanfaatkan kasus tersebut sebagai sanksi sosial untuk membuat memek dan bullying dan di anggap sebagai bahan hiburan. 8
Akhir  dari kesimpulan tulisan saya ...."Ibaratnya seperti gunung Es yang tinggi, tetapi mudah  terjadi longsor  besar. " Â
Sudah berdiri tinggi dan terlihat kokoh, tetapi muda jatuh" Begitu juga dengan kita agar lebih memakai hikmat untuk menghadapi masalah, karena manusia harus mempunyai pengendalian diri  dan kerendahan hati.Â
Agar tidak jatuh di ke dalam lumpur dosa.
#TuamaLolombulan
#(14/8/2022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H