Mohon tunggu...
Badariah Yosiyana
Badariah Yosiyana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

part time student. full time traveler. amateur photographer. lousy writer. music eater. currently living in rainless city, Tainan, Taiwan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa kabar Program Desa Mandiri Energi (DME)? (#2)

26 Mei 2011   14:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:11 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini merupakan bagian kedua dari Apa kabar Program Desa Mandiri Energi (DME) ? Desa Piyungan, Bantul Desa ini merupakan salah satu desa binaan Universitas Gajah Mada. Saya berkesempatan mengobrol langsung dengan Dr. Ambar Pertiwiningrum yang merupakan salah satu koordinator di desa ini. Dengan konsep mobile reactor yang mudah dipindah-pindahkan sesuai kebutuhan dan kondisi. Dibuat dari pipa PVC dengan diameter cukup besar, reaktor biogas ini diharapkan mampu membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan energinya. [caption id="attachment_110608" align="alignnone" width="493" caption="Biogas di Desa Piyungan"][/caption] Menurut Dr. Ambar, saat ini memang sudah banyak reaktor yang rusak. Selain karena memang cukup susah untuk terus memantau masyarakat agar tetap merawat reaktornya, minyak tanah dan LPG masih dengan mudah dapat dijumpai sehingga lagi-lagi, kebutuhan akan biogas dirasa tidak cukup mendesak. Ditambah lagi dengan bencana meletusnya gunung Merapi, banyak reaktor biogas yang rusak dan terbengkalai. Desa Way Isem, Lampung Saya memang tidak mengunjungi langsung desa ini, namun saya sempat berbincang-bincang dengan salah satu lembaga yang berperan dalam pengembangan DME yang berbasis jarak pagar ini. Masyarakat diberi bibit jarak secara gratis, diberi penyuluhan, mesin press dan berbagai sarana lainnya untuk mengembangkan bahan bakar berbasis jarak. Selain itu, lembaga tersebut juga membuat instalasi biogas yang akan mengolah limbah jarak setelah diambil minyaknya. Namun diakui beliau, ternyata harga jual jarak tidak sebanding dengan ongkos produksi. Sehingga, hampir 2 tahun setelah penerapan, proses produksi perlahan-lahan mulai berhenti. Begitu juga dengan reaktor biogas, banyak yang sudah tidak berfungsi lagi.

"Salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan adalah ternyata waktu panen jarak itu tidak bersamaan. Jadi dalam satu pohon, bisa dibutuhkan waktu seminggu sampai semua buah masak, dan waktunya tidak bersamaan"

Sehingga dibutuhkan biaya dan tenaga yang cukup besar hanya untuk memanen. Selain itu, harus dibutuhkan waktu yang pas untuk mengolah biji jarak, jika masih mentah atau terlalu matang, maka minyak yang dihasilkan tidaklah bagus.

***

Beberapa contoh di atas adalah3 dari 627 DME yang katanya sudah berhasil dicanangkan (Bratasida, 2008). Target pemerintah sendiri terkesan terlalu optimis,

Sebelum tahun 2009, 2.000 desa dari sekitar 7.000 desa di Indonesia diharapkan mencapai swasembada energi. Lokasi program ini dipilih desa-desa yang mempunyai ketergantungan sangat tinggi terhadap pasokan energi dari luar wilayahnya. (sumber deptan)

Ketika saya mencari siapa sebenernya yang bertanggung jawab akan program ini, bagaimana statusnya sekarang, target pemerintah kedepan, laporan terkait dan sebagainya, saya menemui kebuntuan. Saya sudah mencoba menghubungi ESDM dan Menkokesra, namun hanya jawaban standar yang saya dapat. Departemen tersebut tidak punya laporan lengkap terkait DME ini. Jadi saya sendiri ragu apakah ke 627 DME yang diklaim tersebut memang benar-benar sudah mandiri energi? Belum lagi target 2.000 desa sebelum 2009. Saat ini sudah 2011 dan kabar tentang kelanjutan program ini tidak pernah terdengar lagi. Pernah mendengar tentang program 1200 hektar Jarak Pagar di Grobogan? (baca di sini), Kabupaten Grobogan terpilih menjadi tempat diresmikannya progran DME ini tahun 2007 silam. Namun apa kabarnya saat ini? Entahlah. Ketika saya mengetikkan "desa mandiri energi grobogan" hasil yang banyak keluar adalah artikel tentang kegagalan program ini. Pemerintah harus kerja ekstra keras jika ingin mewujudkan target 17% energi terbarukan di tahun 2025.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun