Nyatanya sih masih banyak slebornya. Misalnya soal masak gulai nangka kemarin. Fyi, menu ini salah satu olahan  Mama mertuaku yang sangat digemari pak Zikri. Â
"Udahlah Mi, enggak usah terlalu berusaha nyaingin masakan Mama." Pak Zikri menggodaku usai masak.
"Iya-iya, sayur nangka Mama emang paling enak sedunia." Tahu benar aku soal rangking masakan versi pak Zikri. Aku sama sekali enggak keberatan jadi nomor dua soal masak memasak.
Faktanya emang aku pemula di dapur. Hanya di tahun awal pernikahan saja aku meradang jika dibandingkan dengan masakan Mama. Tahun-tahun selanjutnya aku makin percaya diri masak menu serupa dengan Mama. Asal masaknya pas enggak ada Mama aja di sini, ha ha ha. Â
Toh meski masakanku enggak enak-enak amat, pak Zikri hampir tak pernah komplain. Termasuk urusan gulai nangka.
"Cicipin dulu, enak enggak?" Begitu aku biasanya bertanya sambil menyuapkan satu dua sendok masakanku.
Di bawah tatapan intimidasi serta pertanyaan retoris macam itu, pak Zikri tak punya pilihan selain menjawab,
"Enak!"
Kadang kalau sedang lebai, pak Zikri sambil mengacungkan jempolnya pula.Â
Bukan.Â
Bukan karena aku berhasil menyaingi masakan Mama. Apalagi masakanku berubah enaknya jadi selangit. Tidak sama sekali. Jawaban 'enak' ini hanyalah kata singkat sederhana yang menyelamatkan rumah tangga kami berkali-kali. Serius.