"Selamat untuk Manchester City. Kami mencoba segalanya agar membuat situasi sesulit mungkin, tapi ternyata tak cukup sulit. Saya tak bisa lebih bangga lagi pada semua anak asuhan saya," kata Klopp di BBC.Â
Kata - kata tersebut di atas diucapkan oleh Jurgen Kloop ketika tim rivalnya Manchester City mampu meraih gelar Juara Liga Inggris musim 2018-2019, mengungguli tim asuhannya Liverpool FC dengan 1 poin saja.
Sikap luar biasa dari Kloop ini, patut diapresiasi dan ditiru oleh siapapun, karena biasanya jika "pesaing" meraih sukses, pihak yang kalah biasanya jarang sekali yang dengan ksatria dan "gentle" memberikan selamat.Â
Sebuah tanda sportivitas dari seorang Kloop.
Hal ini tidak mudah, mengingat Liverpool FC yang dilatih Kloop sudah 20 tahunan lebih belum mampu meraih gelar juara Liga Inggris, dan saat musim ini berlangsung, Liverpool beberapa kali bisa memimpin di puncak klasemen unggul atas Manchester City.
Dan musim ini adalah musim terbaik Liverpool yang hanya sekali saja mengalami kekalahan, plus mereka memiliki 97 poin, hanya selisih 1 poin saja dengan Manchester City yang mendapat 98 poin !
Sudah sangat dekat bukan? Liverpool dengan gelar juara, namun belum bisa meraihnya.
Tapi, sekali lagi, itulah luar biasanya sang pelatih hebat dan jenius tersebut, namun memiliki sifat yang baik dan ksatria.Â
Tidak mudah bisa memiliki sifat kebesaran hati (ksatria), walaupun seseorang tersebut hebat dan cerdas.Â
Bisa dikatakan Kloop adalah "one in a million" (satu dari jutaan orang) yang memiliki sifat - sifat baik tersebut, yang mengartikan bahwa hanya sedikit orang saja yang bisa memiliki sikap baik dan besar hati serta sportif tersebut.
Apa yang diperlihatkan oleh Kloop tersebut, sangat cocok dan sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh Sang Pencipta mengenai pentingnya memiliki sifat kebesaran hati dan sportif. Dalam Kitab Suci, ada kisah tentang Daud dan sahabat baiknya, Yonatan, yang luar biasa persahabatannya.
Yonatan adalah anak dari Saul, Pemimpin yang berkuasa saat itu, sehingga secara normal, seharusnya penerus kepemimpinan adalah Yonatan.Â
Namun ternyata dalam kenyataannya, karena Saul, sang ayah berbuat salah dan dosa yang fatal, maka tahta beralih ke Daud.Â
Bagaimana reaksi Yonatan terhadap hal ini?Â
Apakah ia lalu marah dan jengkel pada Daud yang seolah - olah "mengambil" tahta darinya?
Sangat luar biasa !!!!
Yonatan sama sekali tidak bersikap seperti itu, justru di suatu kesempatan pertemuan, ia dengan besar hati dan "gentle" mengakui Daud sebagai Pemimpin yang kelak akan menggantikan ayahnya.Â
Apa yang tercatat dari kisah Yonatan di jaman lampau dan Kloop di jaman modern ini, mengajarkan pada kita tentang kebesaran hati untuk mengakui keunggulan "lawan" kita.
Tidak perlu ada amarah, ada caci maki, ada dendam, ada kebencian jika kita belum sukses daripada lawan atau pesaing kita. Justru dengan kita memiliki sifat positif dan hati yang besar memberikan ucapan selamat pada "lawan" kita, hal itu akan membuat hati kita tenang, dan tiada dendam.Â
Dan seraya waktu berlalu, rasa sedih karena kekalahan pun akan terobati, berangsur - angsur membaik dan terlupakan....
" Marilah kita selalu berbesar hati menerima 'ke-belum berhasil-an' saat ini, karena bisa jadi itu adalah sukses yang tertunda. "
(@ Aloha; 15.05.19; by. JK)
"Ball + & Good Words" - Seri : 003/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H