Pada tahun 2002, ketika berkunjung pertama kalinya ke Muara Teweh, saya diberi tahu mengenai satu kota lagi, yang posisinya berada setelah Muara Teweh, yaitu Puruk Cahu, dan itu adalah pertama kalinya mendengar nama Kota Puruk Cahu.
Suasana saat akan memasuki Kota Puruk Cahu
Baru pada kesempatan kali ini, tahun 2015, bisa ada kesempatan ke kota tersebut karena ada urusan pekerjaan.
Saat pagi akan berangkat ke Puruk Cahu, info yang di dapat dari kenalan-kenalan yang ada di Muara Teweh, lama perjalanan dari Muara Teweh ke Puruk Cahu adalah sekitar 2 jam, namun disarankan harus berhati-hati karena kondisi jalannya berkelak-kelok dan di sebelah kanan dan kirinya adalah jurang!
Setelah membeli Pertamax (karena bensin jenis Premium, antrenya berjam-jam) di Muara Teweh, perjalanan menuju ke Puruk Cahu sejauh sekitar 96 KM dari Muara Teweh dimulai, dan memang benar, jalan yang dilalui berkelak-kelok, bagaikan berjalan di atas punggung ular yang penuh kelokan.
Ada 2 akibat yang terjadi karena kondisi jalanan yang penuh kelokan tersebut, yang pertama, mobil tidak bisa jalan kencang, dan jika ada truk trailer/tronton yang lewat di depan kita, cukup susah untuk menyelipnya, harus nunggu kebaikan hati sang sopir untuk memberi jalan. Akibat yang kedua adalah jika sopir atau penumpang kondisi fisik sedang ga fit atau gampang mabuk, hampir di pastikan akan "muntah-muntah", karena kelokannya sungguh dahsyat.
Namun demikian, walau jalannya penuh kelokan, tetapi kondisi aspalnya 95 persen halus dan mulus, hanya sekitar 5 persenan yang lubang dan rusak.
Setelah perjalanan sekitar 2 jam, akhirnya kami tiba di Puruk Cahu. Puruk Cahu adalah ibu kota Kabupaten Murung Raya (Mura), di mana jumlah penduduknya sekitar 100,000 orang.
Saat akan memasuki kota utamanya, kami menyeberangi Sungai Barito dengan "Jembatan Merdeka". Jembatan dengan warna merah menyala ini, merupakan simbol "kemerdekaan" warga, dikarenakan setelah ada jembatan, masyarakat Puruk Cahu benar-benar terbebas dari “antrean lama dan mahal”, antre menunggu kapal penyeberangan dan tiket penyeberangan yang relatif lebih mahal, dibandingkan menyeberang melalui Jembatan. MERDEKA!
Saat tiba di Puruk Cahu, karena sudah siang, kami langsung mencari depot untuk makan siang. Sempat muter-muter selama 10 menit untuk mencari depot yang bersih dan ekonomis harga, dan akhirnya dapat juga, sebuah depot Jawa yang enak di seberang kantor Pos Puruk Cahu. Kami berempat makan 1 nasi uduk, 2 nasi soto ayam Jawa, dan minum 2 gelas es jeruk dan 1 teh hangat, hanya habis Rp 52,000. Cukup murah untuk sebuah kota yang terletak di ujung Provinsi Kalimantan Tengah.
Situasi kota Puruk Cahu, cukup sepi dan lengang dibanding Muara Teweh, namun demikian untuk kebutuhan dasar, sudah ada semua, kuliner lengkap, makanan Banjar, makanan Jawa, masakan Padang, Chinese Food, ada semua, ditawarkan oleh beberapa depot dan rumah makan yang banyak terdapat di jalan utama Puruk Cahu.
Sekitar 20 KM dari Puruk Cahu, saya diberi tahu oleh teman, ada penambangan besar emas, oleh PT. Indo Mura, dan kualitas emasnya sangat bagus. Teman saya pernah membelikan istrinya kalung emas dari Puruk Cahu, dan saat pulang ke Surabaya, saat mau dijual, dan diperiksa oleh toko, pemilik tokonya mengatakan bahwa kadar dan kualitas emas tersebut sangat baik dan bagus.