Mohon tunggu...
Yosha Setiana Putri Sitepu
Yosha Setiana Putri Sitepu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada

Saya merupakan mahasiswa Pariwisata UGM dan memiliki hobi wisata

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ekowisata: Alternatif Implementasi Pariwisata Berkelanjutan Telah Sesuai Prinsip atau Sekedar Formalitas Belaka?

5 Desember 2022   20:00 Diperbarui: 5 Desember 2022   20:02 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keinginan untuk menikmati pariwisata berbasis alam bagi masyarakat sudah ada sejak dahulu bahkan terus mengalami perkembangan. Namun, kejenuhan akibat Pandemi Covid-19 lah yang menjadi puncak kenaikan signifikan masyarakat beralih pada wisata yang berbasis alam. Kini wisata berbasis alam di Indonesia telah banyak yang dikembangkan menjadi sebuah destinasi Ekowisata. Ekowisata sendiri dikatakan sebagai salah satu konsep alternatif dari bentuk pengembangan pariwisata berkelanjutan. Oleh sebab itu, ekowisata sebenarnya bukanlah sekedar pariwisata berbasis alam semata, melainkan implementasi dari konsep pariwisata berkelanjutan yang memuat beberapa prinsip pada destinasi maupun wisatawannya, sehingga tidak sembarang destinasi dapat disebut sebagai ekowisata. Hal tersebut juga yang menyebabkan konsep ekowisata ini menjadi isu perbincangan hangat dan memuat banyak pertanyaan terkait implementasinya. Pasalnya, alih-alih sebagai pengembangan pariwisata berkelanjutan dengan tujuan konservasi justru malah menuai kritik yang layak direnungkan. Pertanyaan seperti “apakah destinasi yang telah menetapkan dirinya sebagai destinasi ekowisata sudah optimal dalam menjalankan prinsip ekowisata atau bahkan ekowisata justru hanya menjadi label formalitas belaka supaya terlihat positif?”, ”Bagaimana dampak dari implementasi konsep ekowisata? dan masih adakah konflik-konflik dalam pelaksanaanya? menarik untuk dibahas.

Dari pertanyaan diatas terdapat salah satu contoh konflik yang terjadi di salah satu destinasi di Indonesia yaitu Taman Nasional Alas Purwo. Alas Purwo sebagai taman nasional merupakan destinasi yang memiliki atraksi sangat potensial dan telah dikembangkan konsep Ekowisatanya. Namun, nyatanya dalam pengembangan Alas Purwo masih terdapat konflik perbedaan pandangan antar pemangku kepentingan yang menyebabkan disintegrasi dan tidak harmonisnya komunikasi antar pengelola atau pemangku kepentingan dalam hal pengelolaan dan penerapan prinsip ekowisata yang salah satunya hanya mengutamakan keuntungan dari aktivitas pariwisata. Dari permasalahan diatas juga telah menunjukan adanya konflik antar stakeholder yang tentu melemahkan pelaksanaan prinsip-prinsip ekowisata pula. Salah satu prinsip tersebut yaitu mengenai pengembangan kawasan ekowisata menegaskan bahwa pelaku usaha ekowisata harusnya berkembang supaya bisa memberikan dampak positif untuk masyarakat lokal dan menjadi tonggak penggerak dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan di wilayah setempat masing-masing yang diadopsi dari dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No 33 Tahun 2009. Semua sangat berkaitan dengan pihak stakeholder seperti pengelola, masyarakat dan pemerintah serta wisatawan yang jelas akan berpengaruh pada pengembangan ekowisata tergantung dari pelaksanaannya.

Lalu bagaimana Penerapan Ekowisata sebagai Alternatif implementasi Pariwisata Berkelanjutan yang seharusnya?
The International Ecotourism Society (TIES:2015) menjelaskan bahwa ekowisata merupakan perjalanan yang bertanggungjawab ke daerah alami yang bertujuan untuk melestarikan atau mengkonservasi alam dan menopang kesejahteraan lokal dengan melibatkan interpretasi pendidikan. Maka dapat dikatakan ekowisata merupakan suatu perjalanan dan jenis khusus dari pariwisata berkelanjutan yang menggunakan sumber daya alam dan budaya secara bertanggung jawab sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat lokal serta konservasi alam yang didalamnya juga memuat pendidikan interpretasi sebagai pengalaman untuk kepuasan wisatawan. Oleh sebab itu, dalam pembangunan dan pelaksanaan konsep ekowisata harus berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan agar dapat berjalan dengan baik.

Prinsip-Prinsip Konsep Ekowisata menurut The International Ecotourism Society antara lain :
1.Meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan
2.Membangun kepedulian dan kesadaran terhadap lingkungan serta budaya
3.Memberikan pengalaman yang baik bagi kepuasan wisatawan serta masyarakat lokal
4.Memberikan manfaat secara finansial untuk kepentingan konservasi
5.Memberikan manfaat secara finansial untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat
6.Meningkatkan kepekaan bagi kondisi sosial dan juga lingkungan.

Prinsip-prinsip tersebut dijadikan rujukan utama dalam membangun pariwisata dengan konsep ekowisata. Jika tadi Alas Purwo menjadi salah satu contoh pengembangan destinasi ekowisata yang memuat konflik dan sedikit keluar dari prinsip ekowisata, ada satu lagi studi kasus yang berbeda dan dapat dicontoh karena telah melaksanakan keenam prinsip tersebut. Kawasan Ekowisata Nglanggeran merupakan merupakan salah satu contoh destinasi ekowisata daerah Gunung Kidul yang telah menerapkan prinsip-prinsip ekowisata secara keseluruhan. Nglanggeran memiliki komitmen tinggi terhadap konsep ekowisata sehingga pelaksanaannya terus berkelanjutan hingga sekarang. Kawasan Ekowisata Nglanggeran memiliki 3 daya tarik utama yaitu Gunung Api Purba, Air Terjun dan Glamping Kedung Kandang.

Bagaimana Implementasi Prinsip Ekowisata di Nglanggeran ?
1. Sebelum menjadi destinasi ekowisata target pasar dari Nglanggeran adalah pariwisata massal. Kita tahu bahwa pariwisata massal dapat menyebabkan dampak negatif pada lingkungan contohnya penumpukan sampah, polusi dan lain sebagainya. Setelah menjadi Kawasan Ekowisata Nglanggeran untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan melakukan kontrol kegiatan wisata untuk membatasi jumlah kunjungan. Strategi tersebut dilakukan dengan cara menaikan harga penjualan tiket. Namun, meskipun kunjungan wisatawan ke Kawasan Ekowisata Nglanggeran mengalami penurunan tidak dengan pendapatan yang diperoleh dan justru mengalami peningkatan pendapatan.
2.Dalam rangka meningkatkan kepedulian serta kesadaran terhadap lingkungan dan budaya Nglanggeran memiliki banyak program yang dilaksanakan. Pertama untuk lingkungan nglanggeran melakukan kegiatan kerja bakti sebanyak 1 kali setiap minggu dan penanaman pohon sebagai upaya konservasi yang dilakukan setiap hari bumi. Nglanggeran juga memiliki banyak sekali budaya yang dilestarikan antara lain seperti Gamelan, Jathilan dan lain-lain.
3. Nglanggeran berusaha untuk memberikan pengalaman terbaik kepada wisatawan melalui pelayanan dan pengalaman yang baik pada program yang ada seperti live-in di homestay-homestay rumah warga yang ada. Dengan begitu sudah tidak diragukan lagi bahwa terdapat pelibatan sangat aktif oleh masyarakat lokal dalam aktivitas pariwisata di Nglanggeran.
4. Keuntungan finansial diperoleh Kawasan Ekowisata sekaligus Desa Wisata Nglanggeran dari biaya retribusi Kawasan Ekowisata Nglanggeran. Keuntungan finansial tersebut digunakan untuk pengembangan destinasi sehingga dapat menyokong kegiatan konservasi yang ada di Nglanggeran.
5. Selain itu Nglanggeran juga memberikan manfaat berupa terbukanya lapangan pekerjaaan bagi masyarakat lokal. Masyarakat dapat bekerja pada ketiga atraksi wisata yang ada di Nglanggeran, pusat oleh-oleh seperti Griya Cokelat dan lain sebagainya. Hal tersebut juga dapat meningkatkan kualitas SDM yang ada di Nglanggeran melalui pemberdayaan yang ada.
6. Terakhir strategi yang dilakukan Nglanggeran sebagai upaya penerapan prinsip meningkatkan kepekaan bagi kondisi sosial dan juga lingkungan dengan cara memberikan informasi kepada wisatawan mengenai kondisi Kawasan Ekowisata Nglanggeran.

Dari dua studi kasus yang telah dibahas diketahui bahwa memang meskipun ada pula destinasi yang telah melaksanakan prinsip-prinsip ekowisata secara sempurna tetapi masih terdapat beberapa destinasi yang mengalami kendala dalam penerapan prinsip konsep ekowisata. Hal tersebut masih dalam batas wajar terjadi selagi destinasi tersebut tidak menjual nama ekowisata sebagai formalitas belaka sebagai keuntungan pariwisata dengan tidak menghiraukan prinsip yang ada.  Ekowisata sebagai alternatif pariwisata berkelanjutan bukanlah suatu yang sulit diwujudkan apabila semua pemangku kepentingan seperti pengelola, masyarakat lokal dan pemerintah turut aktif dalam pelaksanaanya. Selain itu semua pihak juga harus memiliki komitmen yang kuat dalam penerapan konsep ekowisata supaya tetap berkelanjutan. Sehingga, tidak ada yang namanya ekowisata hanya sebagai label formalitas belaka yang penerapan prinsipnya tidak optimal. Dengan begitu diharapkan dalam proses pengembangan setiap konsep menuju destinasi Ekowisata Indonesia lebih bertanggungjawab supaya bisa tercapai tujuan utama yakni pelestarian lingkungan, sosial, budaya dan konservasi dengan berpedoman pada prinsip-prinsip ekowisata.


Referensi :

Arida, I. N. S. Ekowisata-pengembangan, partisipasi lokal, dan tantangan ekowisata Denpasar Bali.https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/17f4f7ddf961b69d18b504bf7b7c3309.pdf Diakses pada 4 Desember 2022

NUR, M. H. (2020). Penerapan Prinsip Dasar Ejowisata Pada Kegiatan Wisata di Desa WisataA (Lokasi StudiI: Desa Mekarbuana, Kabupaten Karawang). FTSP. https://eproceeding.itenas.ac.id/index.php/ftsp/article/view/366. Diakses pada 4 Desember 2022

Pynanjung, P. A. (2018). Dampak pengembangan ekowisata terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bengkayang: Studi kasus kawasan ekowisata Riam Pangar. Jurnal Nasional Pariwisata, 10(1), 22-38. https://journal.ugm.ac.id/tourism_pariwisata/article/view/59469. Diakses pada 4 Desember 2022

Tiani, I. M., & Baiquni, M. (2018). Penerapan Prinsip Ekowisata Di Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran. Jurnal Bumi Indonesia, 7(3), 260761. https://core.ac.uk/download/pdf/295176826.pdf. Diakses pada 4 Desember 2022

TIANI, I. M. (2018). Penerapan Prinsip Ekowisata di Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/162052. Diakses pada 4 Desember 2022.

Yuanjaya, P. (2021). Antara Pariwisata dan Ekologi: Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal Transformative, 7(2), 261-280. https://transformative.ub.ac.id/index.php/jtr/article/view/214. Diakses pada 4 Desember 2022

https://www.indonesiaecotourism.com/2016/03/21/6-prinsip-ekowisata-menurut-ties/. Diakses pada 4 Desember 2022.

https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/Permen_No.33-2009(1).pdf. Diakses pada 5 Desember 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun