Sebagai salah satu klub besar di Inggris, tim kesayangan Manchunian ini seperti ingin menjaga gengsi. Paling tidak, mereka bisa memberi perlawanan sebaik mungkin di laga besar.
Sayangnya, perilaku ini seperti menjadi satu alasan, untuk tampil seadanya di partai-partai melawan tim-tim non-Big Six di era Amorim.
Kekalahan atas Nottingham Forest, Wolverhampton, Newcastle United, Bournemouth dan Brighton, bahkan menghadirkan catatan minor lain, dengan selalu kebobolan dua gol atau lebih setiap kali tumbang.
Catalan minor ini juga diperparah, dengan performa loyo di partai kandang. Terbukti, Â dari lima kekalahan terakhir mereka, melawan tim-tim non-Big Six, empat diantaranya datang dari laga kandang. Secara khusus, lima kekalahan ini semuanya didapat di Liga Inggris.
Situasi ini menjadi anomali, karena saat melatih Sporting Lisbon, Ruben Amorim terbilang jago kandang. Jadi, ketika hal yang terjadi di Manchester United berbeda drastis, khususnya di liga, ada masalah yang begitu rumit.
Untuk membenahinya, perlu perombakan dan satu proses yang tidak instan, tapi dengan situasi finansial klub yang tidak lagi sekuat sebelumnya, ditambah level kesabaran manajemen dan fans yang cenderung tipis, sepertinya pembenahan itu akan membutuhkan waktu lama.
Apalagi, jika MU sampai turun ke level "harus berusaha keras, hanya untuk lolos dari degradasi". Perlu kesadaran dan sudut pandang sangat realistis, karena kerusakan yang ada sudah terlalu parah. Jika masih betah terbuai dalam "post power syndrome" karena kegemilangan di era Sir Alex Ferguson, sepertinya sang Setan Merah sedang menggali lubang kubur sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI