Kacau balau. Begitulah gambaran sederhana performa Timnas Indonesia, saat ditahan imbang Laos 3-3, dalam laga fase grup Piala ASEAN 2024, Jumat (13/3) lalu. Diawali momen saling balas gol yang menghasilkan skor 2-2 di 18 menit awal, laga yang berlangsung di Stadion Manahan Solo ini lalu ditutup dengan hasil imbang, untuk pertama kalinya sejak tahun 2012.
Kesan kacau inj sangat terlihat, bahkan sejak menit-menit awal. Lini belakang, terutama pos yang diisi Kakang Rudianto rawan ditembus. Tak heran, pemain nomor punggung 5 itu lalu ditarik pelatih Shin Tae-yong di awal babak kedua.
Di lini tengah, sering salah oper dan kurang kreatif masih jadi masalah. Lini depan? Masih nihil gol.
Uniknya, lini belakang yang agak rapuh, justru produktif dalam hal mencetak gol. Terbukti, Kadek Arel mampu mencetak satu gol, sementara Muhammad Ferrari mencetak dua gol.
Catatan unik ini justru membuktikan, lini belakang Timnas Indonesia cukup andal dalam mencetak gol. Sebelumnya, di laga melawan Myanmar, Indonesia menang 1-0, berkat gol tunggal Asnawi Mangkualam, yang juga berposisi sebagai bek.
Secara alur permainan, Rafael Struick dkk tampak terbawa arus, dengan permainan keras Laos. Meski secara statistik unggul, mereka tampak kebingungan, tak tahu caranya mendikte alur permainan.
Akibatnya, Laos mampu mengontrol situasi. Kekacauan itu semakin lengkap, setelah Marselino Ferdinan diganjar kartu merah di babak kedua. Beruntung, satu poin masih bisa didapat.
Satu-satunya hal positif di pertandingan ini adalah skema umpan silang, khususnya lemparan jauh Pratama Arhan, masih menjadi senjata ampuh. Tiga gol yang tercipta, semuanya berawal dari umpan silang, dengan dua diantaranya berawal dari lemparan jauh Pratama Arhan.
Lemparan jauh sendiri masih tampak diandalkan, karena saat Pratama Arhan ditarik keluar, penggantinya adalah Robi Darwis. Pemain Persib Bandung ini dikenal sebagai spesialis lemparan jauh.
Selebihnya, penampilan Timnas Indonesia saat menghadapi Laos secara garis besar benar-benar kacau. Terlepas dari posisi Piala AFF sebagai ajang "eksperimen" menuju Kualifikasi Piala Asia U-22 2026 dan SEA Games 2025, tim ini masih terkesan serba kedodoran.
Transisi permainan kurang mulus, dan belum ada skema serangan yang dibangun rapi dari bawah. Kerja sama tim juga kurang padu, karena salah umpan masih kerap terjadi.
Memang, ada rotasi pemain untuk mengakali jadwal pertandingan. Maklum, pada Minggu (15/12) mendatang, partai tandang ke markas Vietnam sudah menunggu.
Masalahnya, strategi rotasi ini malah menunjukkan, Tim Merah Putih punya kedalaman kualitas yang agak timpang. Terbukti, lini belakang yang tidak kebobolan di Myanmar langsung terlihat rapuh di Solo.
Dengan performa sekacau ini, ditambah Marselino Ferdinan dipastikan absen karena suspensi, mengharapkan kemenangan atas Vietnam, apalagi juara Piala ASEAN 2024 jelas masih jauh dari jangkauan.
Maka, ketika PSSI dan publik sepak bola nasional bisa kompak bersikap kalem, bahkan tak menganggap penting turnamen tingkat ASEAN ini, penampilan kacau melawan Laos seharusnya bisa menjadi satu ajang evaluasi.
Selain karena kedalaman kualitas yang kurang, keberadaan sejumlah pemain yang baru mencatat debut di turnamen level senior bersama tim nasional jelas menunjukkan, tim ini masih belum benar-benar menyatu sebagai sebuah unit.
Karena itulah, penampilan lawan Laos yang disikapi dan dimaklumi dengan relatif kalem, seharusnya bisa menjadi kesempatan baik buat tim, untuk tetap fokus di lapangan.
Dengan tidak ada tekanan besar seperti dulu, seharusnya ini jadi ruang untuk berkembang lebih bebas. Selebihnya, tinggal bagaimana tim merespon performa buruk di Solo, dengan menghadirkan perbaikan performa di pertandingan berikutnya.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H