Setelah menuntaskan proses undian fase grup Piala Dunia Antarklub 2025, Jumat  (6/12, dini hari WIB) lalu, FIFA tampak makin serius dengan rencana menggelar versi baru turnamen Piala Dunia Antarklub.
Seperti diketahui, FIFA berencana menggelar turnamen Piala Dunia Antarklub, dengan melibatkan 32 tim besar dari seluruh dunia. Rencana itu tampak semakin serius, karena jadwal turnamen sudah ditetapkan, yakni 14 antara Juni sampai 14 Juli 2025.
Tak cukup sampai disitu, FIFA juga sudah mencapai kesepakatan hak siar senilai 1 miliar dolar Amerika Serikat dengan DAZN. Sebagai tindak lanjut, badan tertinggi sepak bola dunia itu merencanakan adanya bursa transfer tambahan, jelang turnamen dimulai, yakni antara tanggal 1-10 Juni 2025.
Versi baru Piala Dunia Antarklub ini, rencananya akan digelar tiap empat tahun sekali. Untuk edisi 2025, turnamen ini akan sekaligus menjadi "geladi bersih" menuju Piala Dunia 2026, karena digelar di Amerika Serikat.
Sepintas, konsep ini terlihat menarik, karena mempertemukan klub kuat dari seluruh dunia. Lokasi dan waktu penyelenggaraannya pun bisa menjadikannya "turnamen pramusim", khususnya bagi tim-tim Eropa yang ikut serta.
Dengan menjadikan turnamen antarklub ini turnamen empat tahunan, layaknya Piala Dunia antarnegara, ada semacam prestise yang coba dibangun FIFA. Dengan harapan, bisa sepopuler Piala Dunia antarnegara.
Ini adalah satu ide menarik, karena sejak masih bernama Piala Interkontinental, daya tarik turnamen Piala Dunia Antarklub cenderung kurang. Meski merupakan turnamen resmi FIFA, popularitas nya masih kalah dengan Liga Champions.
Masalahnya format baru turnamen Piala Dunia Antarklub terlihat seperti dipaksakan. Meski cukup bisa dimengerti secara bisnis, sisi egois FIFA juga cukup terlihat di sini.
Selain menggerus waktu istirahat pemain dan tim yang bertanding, keberadaan Piala Dunia Antarklub di musim panas juga semakin mengikis masa jeda penonton, dari tontonan sepak bola sepanjang musim kompetisi reguler.
Memang, masa jeda pramusim selama 2-3 bulan kadang terasa membosankan, karena hanya sesekali diisi turnamen mayor sekelas Piala Dunia atau Euro. Tapi, kedua turnamen empat tahunan itu selalu mampu memberi momen spesial, karena yang terlibat adalah tim nasional, bukan klub.Â
Apalagi, kalau misalnya Timnas Indonesia tampil di Piala Dunia 2026. Ada satu rasa kebanggaan tersendiri, yang jauh berbeda dibandingkan saat menonton aksi klub kesayangan.Â
Jadi, akan terasa aneh, ketika klub dibuat punya turnamen empat tahunan seperti Euro atau Piala Dunia. Apalagi, kalau turnamen itu tidak punya daya tarik kuat sejak lama.
Di sisi lain, keberadaan turnamen seperti Piala Dunia Antarklub (versi 32 tim) juga memperlihatkan satu sisi egois FIFA, karena mereka tidak memberi "masa jeda" buat penonton. Demi pemasukan lebih banyak, mereka tak peduli dengan ancaman rasa jenuh, yang bisa saja dialami fans.
Padahal, seperti halnya para pemain yang butuh liburan, para penonton pun ada saatnya "libur" menonton pertandingan sepak bola, misalnya karena ada pekerjaan atau hal lain yang harus dilakukan.
Disadari atau tidak, adanya tahun kosong tanpa turnamen mayor adalah satu kesempatan, yang biasa dimanfaatkan fans, untuk "mengisi baterai". Fungsinya sama seperti jeda pramusim buat para pemain.
Ada saatnya mereka "istirahat", supaya punya cukup energi dan antusiasme, saat musim baru datang. Seperti ponsel yang ada saatnya harus diisi daya, saat baterainya mulai loyo, setelah digunakan dalam waktu cukup lama.
Jika masa jeda yang berharga ini digerus dengan turnamen seperti Piala Dunia Antarklub, jangan salahkan pecinta sepak bola, kalau suatu saat mereka merasa jenuh, karena tidak punya cukup waktu mengisi ulang antusiasme. Apalagi, kalau turnamen ini adalah tontonan berbayar.
Sepak bola di era industri telah menjadi satu mesin uang raksasa, dengan nilai keuntungan yang makin lama makin besar. Tapi, ketika rasa suka dan antusiasme hanya dilihat sebagai variabel penghasil uang, itu sangat menyakitkan, dan rawan menciptakan rasa jenuh, karena tidak ada respek terhadap perasaan manusia, yang terlibat di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H