Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ruben Amorim dan Bayangan "Siklus Pendek" Pelatih MU Pasca-Ferguson

26 November 2024   22:03 Diperbarui: 26 November 2024   22:27 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruben Amorim, mencatat hasil imbang 1-1 vs Ipswich dalam debutnya sebagai pelatih baru MU (Goal.com)

Sejak Sir Alex Ferguson pensiun tahun 2013, Manchester United bisa dibilang punya satu siklus pendek, pada pelatih-pelatih definitif yang bertugas. Siklus ini dimulai setelah era kepelatihan David Moyes (2013-2014) yang bahkan tamat sebelum kompetisi selesai.

Dimulai dari Louis Van Gaal (2014-2016), Jose Mourinho (2016-2018), Ole Gunnar Solskjaer (2018-2021) sampai Erik Ten Hag (2022-2024), belum ada pelatih yang bisa bertugas dalam tiga musim kompetisi secara penuh. Mourinho, Solskjaer dan Ten Hag bahkan sama-sama dicopot, saat menapak musim ketiga.

Situasi ini menciptakan satu situasi yang serba tidak stabil, karena tim Setan Merah kerap bongkar pasang pemain dalam waktu relatif singkat. Bagi pelatih tetap yang bertugas, mereka seperti punya batas waktu "trial and error" selama 2 musim, dan langsung dinilai pada musim ketiga.

Diantara para pelatih di atas Solskjaer sekilas menjadi satu-satunya pelatih yang bisa bertahan selama 3 tahun di Old Trafford. Tapi, pelatih asal Norwegia itu mengawali tugasnya sebagai pelatih interim pada bulan Desember 2018, sebelum akhirnya ditunjuk sebagai pelatih tetap di bulan Maret 2019, dan dipecat pada bulan November 2021.

Jadi, kalaupun digabung dengan masa tugas sebagai pelatih interim, total masa bakti sang legenda sebagai pelatih kepala di Old Trafford tak sampai tiga tahun. Bisa dibilang, sejak era Ferguson selesai, MU seperti menghidupi "sindrom musim ketiga" yang menjadi satu fase kerusakan fatal.

Dengan siklus seperti itu, ditambah tekanan berupa ekspektasi tinggi, yang rutin hadir, bukan kejutan kalau kedatangan Ruben Amorim sebagai pelatih baru Manchester United disambut meriah, lengkap dengan "hype" tinggi. Seperti yang sudah-sudah.

Apalagi, pelatih yang datang kali ini membawa profil lumayan: murid Jose Mourinho dengan karir bermain di level teratas, lengkap dengan reputasi sebagai salah satu pelatih berbakat di Eropa. Prestasi membawa Sporting Lisbon juara Liga Portugal juga terbilang istimewa, karena Os Leoes adalah klub yang kerap mengalami turbulensi.

Tapi, "hype" tinggi itu langsung terbungkam seketika, langsung di partai debut sang pelatih, akhir pekan lalu. Meski dimulai dengan gol cepat Marcus Rashford, gol Omari Hutchinson di akhir babak pertama memastikan Ipswich Town meraih satu poin di kandang sendiri.

Memang, ini bukan kekalahan, tapi hasil imbang 1-1 melawan tim yang berjuang di zona merah Liga Inggris, bukan satu awal yang nyaman. Tidak sesuai dengan "hype" yang selama ini ada.

Kalaupun ada hal positif, itu berasal dari hasil akhir yang bukan kekalahan. Andai Bruno Fernandes dkk kalah dari Ipswich, bisa dipastikan situasi akan langsung runyam.

Dengan aneka permasalahan yang ada, tugas Amorim sebagai pelatih di Teater Impian jelas tidak mudah. Ada terlalu banyak hal yang harus dibenahi, untuk mengembalikan klub ke level atas.

Masalahnya, dengan siklus 2 tahun "masa percobaan" plus "penghakiman tanpa ampun" di awal tahun ketiga di Manchester United, akan sulit buat Amorim, untuk menciptakan dampak signifikan, bahkan menciptakan situasi stabil dalam waktu singkat.

Seperti biasa, akan ada proses bongkar pasang pemain di tim, lalu adaptasi setelahnya. Kalau ini diabaikan, rasanya Ruben Amorim akan menjadi Erik Ten Hag yang lain di Manchester.

Itu masih belum termasuk adaptasi dengan sepak bola intensitas tinggi khas Liga Inggris, plus menghadapi media yang terkenal sangat heboh.

Kebetulan, sama seperti Amorim, Ten Hag dulu juga disambut "hype" tinggi Manchunian dan media, berkat rekam jejak mengkilap di Ajax Amsterdam. Maklum, bukan cuma membawa Ajax juara Eredivisie Belanda, pelatih plontos itu juga mampu membawa Andre Onana dkk mencapai semifinal Liga Champions.

Soal rekam jejak dan kemampuannya, Ruben Amorim ini sebenarnya punya potensi menarik. Masalahnya, jika pelatih asal Portugal itu lalu memboyong sejumlah pemain dari Sporting Lisbon, itu sama saja dengan usaha Erik Ten Hag meng-Ajax-kan tim, yang belum lama berakhir gagal total.

Terlepas dari beragam ekspektasi tinggi di sekeliling eks pemain Benfica itu, selama manajemen United dan suporter masih mempunyai tingkat kesabaran yang sama seperti biasa, rasanya situasi tak akan segera membaik, setidaknya dalam waktu dekat.

Malah, jika siklus pendek di kursi pelatih Manchester United masih berlanjut, siapapun pelatihnya, apapun idenya, dan sebagus apapun profilnya, situasi akan tetap sama, bahkan bisa lebih buruk, karena tim kesayangan Manchunian ini cenderung inkonsisten dalam sedekade terakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun