Sejak Sir Alex Ferguson pensiun tahun 2013, Manchester United bisa dibilang punya satu siklus pendek, pada pelatih-pelatih definitif yang bertugas. Siklus ini dimulai setelah era kepelatihan David Moyes (2013-2014) yang bahkan tamat sebelum kompetisi selesai.
Dimulai dari Louis Van Gaal (2014-2016), Jose Mourinho (2016-2018), Ole Gunnar Solskjaer (2018-2021) sampai Erik Ten Hag (2022-2024), belum ada pelatih yang bisa bertugas dalam tiga musim kompetisi secara penuh. Mourinho, Solskjaer dan Ten Hag bahkan sama-sama dicopot, saat menapak musim ketiga.
Situasi ini menciptakan satu situasi yang serba tidak stabil, karena tim Setan Merah kerap bongkar pasang pemain dalam waktu relatif singkat. Bagi pelatih tetap yang bertugas, mereka seperti punya batas waktu "trial and error" selama 2 musim, dan langsung dinilai pada musim ketiga.
Diantara para pelatih di atas Solskjaer sekilas menjadi satu-satunya pelatih yang bisa bertahan selama 3 tahun di Old Trafford. Tapi, pelatih asal Norwegia itu mengawali tugasnya sebagai pelatih interim pada bulan Desember 2018, sebelum akhirnya ditunjuk sebagai pelatih tetap di bulan Maret 2019, dan dipecat pada bulan November 2021.
Jadi, kalaupun digabung dengan masa tugas sebagai pelatih interim, total masa bakti sang legenda sebagai pelatih kepala di Old Trafford tak sampai tiga tahun. Bisa dibilang, sejak era Ferguson selesai, MU seperti menghidupi "sindrom musim ketiga" yang menjadi satu fase kerusakan fatal.
Dengan siklus seperti itu, ditambah tekanan berupa ekspektasi tinggi, yang rutin hadir, bukan kejutan kalau kedatangan Ruben Amorim sebagai pelatih baru Manchester United disambut meriah, lengkap dengan "hype" tinggi. Seperti yang sudah-sudah.
Apalagi, pelatih yang datang kali ini membawa profil lumayan: murid Jose Mourinho dengan karir bermain di level teratas, lengkap dengan reputasi sebagai salah satu pelatih berbakat di Eropa. Prestasi membawa Sporting Lisbon juara Liga Portugal juga terbilang istimewa, karena Os Leoes adalah klub yang kerap mengalami turbulensi.
Tapi, "hype" tinggi itu langsung terbungkam seketika, langsung di partai debut sang pelatih, akhir pekan lalu. Meski dimulai dengan gol cepat Marcus Rashford, gol Omari Hutchinson di akhir babak pertama memastikan Ipswich Town meraih satu poin di kandang sendiri.
Memang, ini bukan kekalahan, tapi hasil imbang 1-1 melawan tim yang berjuang di zona merah Liga Inggris, bukan satu awal yang nyaman. Tidak sesuai dengan "hype" yang selama ini ada.
Kalaupun ada hal positif, itu berasal dari hasil akhir yang bukan kekalahan. Andai Bruno Fernandes dkk kalah dari Ipswich, bisa dipastikan situasi akan langsung runyam.