Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bayang-bayang "Dejavu" Mbappe dan Real Madrid

6 November 2024   22:57 Diperbarui: 7 November 2024   11:47 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerang Real Madrid Kylian Mbappe bereaksi setelah FC Barcelona mencetak gol pada pertandingan Liga Spanyol antara Real Madrid vs Barcelona di Stadion Santiago Bernabeu di Madrid pada 26 Oktober 2024. (Foto oleh Pierre-Philippe MARCOU / AFP via KOMPAS.com)

Pada awal musim 2024-2025, Real Madrid membuat lini depan mereka terlihat mewah, setelah mendatangkan Kylian Mbappe secara gratis dari PSG. Dengan demikian, lengkap sudah kuartet Mbappe, Vinicius, Rodrygo, dan Jude Bellingham.

Jika ini permainan di konsol atau laptop, lini depan Los Blancos akan terlihat menyeramkan. Ada empat pemain bintang dengan kemampuan dan kecepatan di atas rata-rata, yang masih bisa lebih berkembang.

Masalahnya, sepak bola di dunia nyata bukan sebatas urusan data statistik atribut. Ada ego khas pemain bintang, yang harus bisa diredam, dan ada ekspektasi tinggi suporter yang rutin ada tiap musim.

Di Real Madrid, situasi ini sebenarnya sudah biasa. Tim raksasa Spanyol ini sudah terbiasa dengan keberadaan pemain bintang kelas satu. Apalagi, mereka masih dilatih Carlo Ancelotti, pelatih berpengalaman yang kenyang prestasi di level top Eropa.

Dengan keberhasilan Si Putih mengawinkan gelar La Liga Spanyol dan Liga Champions musim 2023-2024, kedatangan Mbappe seharusnya bisa membuat Los Merengues semakin kuat, karena tim yang sebenarnya sudah cukup mewah, mendapat tambahan seorang pemain top.

Itu logika sederhananya, apalagi yang datang ini adalah top skor Piala Dunia 2022, yang juga sempat mencetak tiga gol di partai puncak.

Pada masa lalu, El Real juga pernah kedatangan Ronaldo, top skor Piala Dunia 2002, yang mencetak dua gol di partai final. Dengan kedatangan Si Fenomena, tim berhasil meraih juara liga di musim 2002-2003, dan melangkah jauh di Liga Champions.

Masalahnya, di balik kemewahan yang hadir, ada keseimbangan yang harus dikorbankan. Apa boleh buat, tim yang tadinya sulit dibendung, akhirnya malah terlihat kacau balau.

Baca juga: Ballon D

Pada era Ronaldo dkk, alias Los Galacticos generasi pertama, situasi ini terlihat pada periode puasa gelar antara tahun 2003-2006. Ditandai dengan kedatangan David Beckham dan kepergian Claude Makelele, materi mewah tim ibukota Spanyol akhirnya hanya sukses di sektor bisnis, karena ketidakseimbangan membuat performa tim jauh dari harapan.

Situasi sulit di era 2000-an itu bisa kembali terjadi di era kekinian, karena kedatangan Mbappe justru berdampak negatif pada performa tim, khususnya di lini serang.

Vinicius memang masih mencetak gol, tapi produktivitasnya berkurang, setelah harus berbagi bola dengan Mbappe. Dampak paling parah dirasakan Jude Bellingham, karena pemain yang musim 2023-2024 lalu bersaing menjadi top skor La Liga Spanyol masih kering gol.

Mengingat kalibernya sebagai seorang pemain bintang, Mbappe seharusnya bisa bersinar terang di Santiago Bernabeu. Tapi, bintang Timnas Prancis ini justru agak menghilang di partai besar.

Terbukti, setelah jadi sasaran empuk jebakan offside di El Clasico La Liga, dan menjadi "kartu mati" saat Barcelona menang telak 4-0 di Bernabeu, Si Kura-kura Ninja kembali dibuat mati kutu, saat AC Milan menang 3-1 di ajang Liga Champions, juga di Estadio Santiago Bernadya Bernabeu, Rabu (6/10, dinihari WIB)

Tentu saja, ini terasa mengecewakan bagi Madridista, karena pemain bintang yang mereka impikan, dan juga mendambakan bermain di Bernabeu malah cenderung mendatangkan dampak negatif, di tim yang sebelumnya begitu digdaya, baik di Spanyol maupun Eropa.

Tapi, kalau dilihat lagi, Mbappe sendiri memang bukan tipikal pemain yang bisa membentuk kombinasi padu bersama pemain bintang dalam satu tim. Bukan karena kurang kemampuan, eks pemain AS Monaco ini punya ego begitu besar, yang selalu mendorongnya untuk jadi bintang nomor satu tim yang bersinar paling terang.

Di Timnas Prancis, kebintangannya bahkan membuat pelatih Didier Deschamps tak ragu menjadikannya kapten dan bintang utama tim. Begitu juga di PSG, klub yang sempat memperlakukan dirinya seperti bos.

Masalahnya, di PSG, penyerang gesit ini kerap bergesekan dengan pemain bintang. Melempemnya performa Les Parisiens di Liga Champions, bahkan saat lini depan mereka didukung Neymar dan Lionel Messi, antara tahun 2021-2023, sekaligus membuktikan, seberapa pelik masalah ego pemain bintang dalam diri Mbappe.

Apa yang sudah pernah terjadi di Paris, berpeluang terjadi juga di Madrid, sekaligus menjadi dejavu bagi Real Madrid dan Mbappe, karena sudah pernah mengalami situasi serupa di masa lalu.

Andai situasi tak juga membaik, sepertinya kiprah impian Mbappe di Madrid tak akan seindah harapan. Mungkin tak sampai sesuram Eden Hazard, tapi paling tidak, ia bisa punya menit bermain lebih banyak, dan bisa diandalkan sebagai pencetak gol di partai melawan tim gurem, selama kondisinya tetap fit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun