Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pemain Diaspora dan "Strategi Terbalik" PSSI

22 Oktober 2024   22:36 Diperbarui: 23 Oktober 2024   11:50 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara soal proses pembinaan pemain dalam sepak bola, biasanya ini adalah satu proses sejak usia muda. Di negara-negara raksasa sepak bola seperti Brasil, Jerman, dan Argentina, pembinaan pemain bahkan sudah dimulai sejak usia muda.

Idealnya, ini adalah satu elemen penting, dengan tim nasional sebagai muaranya. Tapi, ini sudah lama belum berjalan dengan sistem runtut yang baku.

Akibatnya, meski selalu punya talenta lokal menarik di tiap generasi, mereka tidak pernah benar-benar "berbuah" di usia matang, karena berhenti berkembang saat masih jadi bakat mentah.

Terlepas dari masalah cedera, mentalitas "jago kandang" atau perkara disipliner yang biasa muncul, sistem pembinaan pemain muda yang konsisten terlupakan telah menghasilkan tim nasional yang justru cukup sukses membuat publik sepak bola nasional "terlatih patah hati", terutama di level Asia Tenggara.

Ketika masalah ini diidentifikasi PSSI era Erick Thohir, upaya merintis sistem pembinaan pemain muda kembali dihidupkan, dan semakin mendapat angin segar, ketika Presiden Prabowo Subianto merintis Garudayaksa Football Academy, sebagai bagian dari upaya mengejar mimpi membawa Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia.

GFA yang dirintis pada tahun 2023, atau saat sang Presiden masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan menjadi satu dari beberapa upaya membina potensi bakat lokal, selain mengadakan kompetisi usia muda atau mengikuti turnamen usia muda di luar negeri, seperti Piala Danone.

Tapi, pembinaan pemain muda dari bawah, adalah satu hal yang butuh waktu lama untuk berbuah. Untuk mencetak satu generasi pemain yang cukup matang, dibutuhkan waktu 10-15 tahun.

Itu baru satu generasi. Tingkat kesulitannya akan semakin rumit dan butuh waktu lebih lama, jika ingin mencetak superstar atau generasi juara.

(Tribunnews.com)
(Tribunnews.com)

Brasil saja butuh waktu puluhan tahun untuk menemukan bintang juara Piala Dunia seperti Ronaldo, Ronaldinho, dan Romario, jauh setelah generasi Pele lewat. Argentina juga butuh waktu puluhan tahun, sebelum akhirnya menemukan penerus sejati Diego Maradona dalam diri Lionel Messi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun