Satu masalah lagi yang jadi catatan, ada pada kondisi rumput di Stadion Gelora Bung Karno. Dari empat laga yang sudah dimainkan, Timnas Indonesia terlihat paling menderita saat bermain di kandang sendiri.
Akibat kondisi rumput yang tidak prima, aliran bola tidak lancar, skema permainan pun kacau. Jangankan mencetak gol, operan bola saja masih tersendat. Inilah yang membuat laga melawan Australia di GBK masih menjadi catatan negatif dari segi permainan, meski berakhir imbang tanpa gol.
Ironisnya, para pemain malah terlihat nyaman saat bermain di kandang lawan, karena kondisi rumput yang prima. Kalau kondisi GBK masih tidak prima, partai kandang akan jadi batu sandungan buat tim.
Padahal, partai kandang biasanya menjadi senjata andalan sebuah tim untuk mendulang poin, kalau ternyata jadi hambatan, lolos ke Piala Dunia 2026 masih jadi satu mimpi tingkat tinggi.
Di sisi lain, hasil imbang di Bahrain dan kekalahan di Negeri Tirai Bambu seharusnya menjadi peringatan keras bagi publik sepak bola nasional, untuk tidak bermimpi terlalu tinggi, karena Timnas Indonesia ibarat katak yang baru pertama kali keluar dari tempurung di level Asia Tenggara, setelah bertahun-tahun terkungkung di sana.
Masih belum ada tempat untuk "prediksi rasa ekspektasi", sebelum tim ini bisa konsisten menjadi pesaing di level Asia. Jadi, sampai saat itu tiba, kita hanya perlu menikmati aksi dan progres tim di lapangan, tanpa memberi beban terlalu besar.
Jangan lupa, di babak kualifikasi kali ini, PSSI hanya memasang target masuk peringkat 100 besar FIFA, bukan lolos ke Piala Dunia 2026, karena Indonesia sudah lolos otomatis ke Piala Asia 2027.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H