Pemain sekelas Lionel Messi saja pernah dikritik karena gagal bersinar di Piala Dunia 2010 dan Copa America 2011, meski pada periode itu, La Pulga sedang ganas-ganasnya mencetak gol di Barcelona.
Ternyata, pengalaman seperti ini menjadi satu pembelajaran berharga buat pemain bintang generasi berikutnya, seperti Mbappe, untuk bisa lebih mengatur skala prioritas.
Meski terdengar egois, pengaturan prioritas seperti ini menjadi satu langkah logis, ditengah jadwal superpadat klub dan negara. Tidak ada yang bisa benar-benar melindungi para pemain, selain diri mereka sendiri.
Berhubung FIFA dan UEFA seperti kebal protes, para pemain harus berani ambil tindakan, dan aksi Mbappe adalah satu contoh, yang tidak menutup kemungkinan akan jadi tren di masa depan.
Untuk para pemain di level atas seperti Mbappe, langkah taktis seperti ini menjadi logis, karena mereka pasti akan lebih memilih bisa bersinar di turnamen besar ketimbang laga uji coba.
Jika keputusan bintang Real Madrid ini nantinya terbukti tepat, keputusan memprioritaskan laga penting di level antarnegara akan menjadi satu tren, yang akan bermula di kalangan pemain top Eropa.
Lebih jauh, tren ini bisa berkembang menjadi satu cara protes cerdas dan sistematis, atas satu sistem industri olahraga, yang makin kesini makin eksploitatif. Sebuah cara "demo" tanpa harus melakukan aksi demo yang elegan, tapi tetap punya pesan tegas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H