Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sebuah Pengalaman: Kena "Prank" Iklan Pengobatan Alternatif Palsu

7 September 2024   22:40 Diperbarui: 8 September 2024   11:52 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kontak pelaku jasa pengobatan alternatif gadungan (Dokpri)

Sejak akhir bulan Agustus lalu, saya mengalami cedera keseleo di pangkal paha kanan. Akibatnya, butuh waktu kurang lebih dua minggu, dan dua kali pijat ke ahli pijat langganan, untuk membuatnya berangsur membaik.

Meski bukan pertama kalinya keseleo, cedera kali ini bisa dibilang cukup parah, karena menghasilkan rasa nyeri dan situasi "setengah lumpuh" di sebagian kaki kanan. 

Bagian yang cukup menyebalkan adalah, jenis cedera kali ini lebih disebabkan oleh otot tertarik. Apa boleh buat, latihan setelah pijatan pertama dilakukan dengan sangat hati-hati dan perlahan.

Butuh waktu sekitar seminggu sampai akhirnya mulai bisa berjalan, dan butuh satu pijatan lagi, untuk membuat kaki terasa lebih nyaman saat digerakkan. Meski belum sembuh benar, kemajuan ini cukup menyenangkan, karena (akhirnya) ada cukup sisa tenaga, yang bisa dimanfaatkan untuk kembali (setidaknya mencoba) menulis secara rutin.

Tapi, pada prosesnya, ada satu pengalaman kurang mengenakkan, karena sebelum akhirnya dipijat lagi, saya (dan keluarga) sempat kena "prank" jasa pengobatan alternatif.

Berawal dari sebuah iklan di media sosial tentang pengobatan alternatif Ida Dayak, yang sebenarnya juga cukup populer, khususnya di Bogor dan sekitarnya, keluarga tanpa ragu-ragu mendaftar dan langsung membayar via transfer, karena di iklan itu disebutkan, Ida Dayak akan berkunjung ke Yogyakarta.

Semasa SMA dulu, saya pernah mendengar tentang pengobatan alternatif ala Suku Dayak, khususnya dari teman-teman yang memang berasal dari Kalimantan. Ada yang memakai ramuan khusus, dan ada juga yang memakai teknik khusus.

Karena ada sedikit gambaran dan info dari "akamsi", saya mencoba berpikir positif. Meski begitu, saya tetap perlu kroscek lewat internet untuk memastikan.

Lampu kuning ternyata muncul, karena pada tahun 2023 lalu, ternyata sempat ada hoaks seputar pengobatan alternatif Ida Dayak di Alun-Alun Selatan Yogyakarta.

Dari sejumlah pemberitaan di media, disebutkan ada puluhan orang kena "prank", dan ternyata modus ini sudah terjadi berulang.

Karena sudah terlanjur membayar dan dapat nomor antrean, saya dan keluarga masih mencoba berpikir positif. Tapi, kenyataan pada hari H justru membuktikan, saya dan keluarga kena "prank".

Untuk lokasi acaranya, sepintas memang terlihat valid dan layak, karena diadakan di sebuah gedung pertemuan yang memang punya kapasitas cukup besar. Tapi, ketika dicek lagi, tempat itu sunyi senyap.

Ketika dikonfirmasi ke satpam setempat, barulah bisa dipastikan, saya dan keluarga kena "prank", seperti beberapa orang lainnya. Alhasil, kami memutuskan banting setir (kembali) ke tukang pijat langganan.

Pengalaman kena "prank" ini jadi sesuatu yang sangat membagongkan, karena sudah sakit, malah kehilangan sejumlah uang pula.

Tapi, kalau boleh disimpulkan, ada ciri dasar pengobatan alternatif "betulan" yang bisa dikenali, dan dibedakan dengan pengobatan alternatif "prank".

Dari segi "tempat kerja", pengobatan alternatif asli biasanya cenderung fokus di satu tempat. Hampir tak ada yang buka cabang, apalagi melakukan pengobatan alternatif di daerah lain.

Soal besaran tarif, pengobatan alternatif kebanyakan tak mematok tarif spesifik, dan mematok tarif "bayar seikhlasnya". Jadi, ada ruang bagi mereka yang punya anggaran terbatas.

Biasanya, pembayaran dilakukan secara tunai setelah sesi pengobatan alternatif selesai, bukan lewat transfer sebelum sesi dimulai.

Dalam hal promosi, pengobatan alternatif masih mengandalkan strategi "getok tular" dan modal reputasi yang sudah lama dibangun. Kalaupun dilakukan lewat media sosial, informasi yang disampaikan bersifat seperlunya.

Satu ciri lagi yang kadang terlupakan, sistem antrean di pengobatan alternatif umumnya bersifat "on the spot". Dalam artian, ini cenderung spontan, tidak ada pengaturan spesifik.

Jadi, kalau ada pengobatan alternatif yang membuka "praktek" di luar daerah asalnya, mematok tarif spesifik, punya sistem antrean spesifik, menggunakan sistem pembayaran di muka sebelum hari H, dan punya promosi sangat masif di media sosial, perlu ada kroscek lebih jauh supaya tidak kena "prank".

Suka atau tidak, pengobatan alternatif memang masih jadi pilihan di tengah harga layanan kesehatan yang cenderung makin diluar jangkauan. Kelebihan inilah yang (sayangnya) jadi titik rawan.

Bukan berarti tidak boleh berpikir negatif atau semacamnya, tapi waspada menjadi satu sikap penting untuk hal-hal semacam ini, karena pihak-pihak tak bertanggung jawab lihai dalam memanfaatkan kesempatan, termasuk dalam memanfaatkan situasi sakit seseorang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun