Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Medali Emas Olimpiade Paris, Jauh Panggang dari Api?

4 Agustus 2024   00:54 Diperbarui: 4 Agustus 2024   00:56 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama kontingen Indonesia di Olimpiade 2024 (Kompas.com)

Judul di atas mungkin terdengar sarkastik, tapi itulah yang jadi gambaran kiprah kontingen Indonesia di Olimpiade 2024. Meski membawa total 29 atlet lintas cabang olahraga, yang merupakan jumlah terbanyak sejak Olimpiade 2004 (38 atlet) kiprah kontingen Indonesia di Paris benar-benar loyo.

Jangankan meraih medali emas, meraih medali perunggu saja masih kesulitan. Kesan loyo itu makin terasa, karena ketika memasuki bulan Agustus, Indonesia tinggal berpeluang mengejar medali di cabor panahan, renang, dan bulutamgkis.

Ngerinya, peluang meraih medali terlihat tipis, karena jumlah atlet yang bertanding di babak lanjut tinggal sedikit. Kontingen yang awalnya sudah "tipis" pun jadi semakin tipis

Dari bulutamgkis, cabor "andalan" yang biasa mendulang medali emas Olimpiade, hanya tersisa Gregoria Mariska Tunjung di kategori tunggal putri, yang masih bertanding di awal bulan Agustus.

Harapan meraih medali pun terbuka, karena Jorji lolos ke semifinal usai mengalahkan Ratchanok Intanon (Thailand) dalam dua set langsung, 25-23 dan 21-9, Sabtu (3/8).

Cabor lain, yakni panahan, juga mengirim satu wakil ke perempatfinal, yakni Diananda Choirunisa, yang sayangnya kalah dramatis 5-6 dari Lisa Barbelin (Prancis).

Kiprah wakil Indonesia di cabor atletik harus terhenti lebih awal, setelah Lalu Muhammad Zohri gagal melaju lebih jauh.

Praktis, selain bulutamgkis kategori tunggal putri, harapan meraih medali dari kontingen Indonesia tinggal tersisa pada cabor balap sepeda, angkat besi dan panjat tebing, yang masih belum bertanding. Tapi, secara realistis, peluang meraih medali ada pada panjat tebing dan angkat besi, yang cukup konsisten mencetak prestasi.

Harapan meraih medali menjadi satu penyemangat yang bagus, tiap kali ajang seperti Olimpiade berjalan. Tapi, selalu ada titik pesimis di balik sinar terang optimisme, termasuk kemungkinan pahit gagal meraih medali.

Andai Indonesia gagal meraih medali (sekalipun itu "hanya" perunggu) di Olimpiade Paris 2024, ini adalah satu konsekuensi yang harus diterima.

Sudah ada terlalu banyak keruwetan di sektor olahraga nasional, dan itu tak bisa lagi ditutupi, hanya dengan harapan, optimisme, atau nasionalisme kosong.

Terbukti, performa atlet Indonesia di cabor andalan seperti bulutangkis saja loyo. Kalau tak ada keruwetan di federasi, dan pemerintah mendukung penuh sejak proses awal, seharusnya medali emas bisa diraih dengan sedikit lebih mudah.

Tapi, karena mentalitas yang berkembang masih mengutamakan hasil akhir, dan lebih mengutamakan gengsi di level Asia Tenggara dan Asia (terutama saat jadi tuan rumah) sudah waktunya kita tak berharap banyak di Olimpiade, karena mendapat medali saja sudah kesulitan.

Apalagi, kontingen Indonesia tak pernah mengirim ratusan atlet, layaknya negara-negara langganan peringkat papan atas Olimpiade, seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.

Kalau jumlahnya minimalis, dan dukungan federasi cabor (apalagi pemerintah) tetap seadanya saat atlet harus berjuang, jangan harap banyak medali emas Olimpiade dalam satu edisi bisa diraih.

Mungkin, pendapat saya kali ini terlalu keras, jika dihadapkan dengan optimisme yang rutin muncul. Masalahnya, sudah terlalu sering kita melihat, kontingen Indonesia seperti "dikepung" atlet negara lain di satu cabor. Hanya yang benar-benar istimewa saja yang bisa meraih medali emas.

Pada akhirnya, jika mau melihat Indonesia panen medali emas, apalagi bertengger di papan atas Olimpiade, harus ada keberanian dari federasi cabor, untuk memutus segala keruwetan yang sudah membudaya.

Pemerintah pun juga perlu mendukung penuh setiap atlet yang bertanding di pesta olahraga sejagat, kalau perlu sejak tahap pembinaan usia muda, supaya para atlet bisa tampil optimal.

Jadi, mereka tak hanya diiming-imingi hadiah atau status PNS, tapi didukung penuh, layaknya orang yang menjalankan tugas negara. Bagaimamapun, para atlet yang bertanding di Olimpiade bertarung dengan membawa nama negara.

Kalau hasilnya baik, pemerintah pun berhak untuk ikut merasa bangga dan berkontribusi, karena sudah melakukan yang seharusnya dilakukan. Sudah bukan masanya lagi pemerintah membiarkan para atlet berjibaku sendiri sejak awal, tapi malah ditunggangi oknum pejabat nakal, saat seharusnya berhak menikmati hasil jerih payah usai tugas negara tuntas.

Memang, perilaku ini adalah satu fenomena membudaya di Indonesia, tapi sekaligus menjadi alasan logis, kenapa berprestasi di Olimpiade masih sulit Buat Indonesia.

Terlalu banyak keruwetan, bahkan sejak masih dalam pikiran dan sikap. Selama itu tak disadari dan diperbaiki serius, meraih medali emas Olimpiade, apalagi dalam jumlah besar secara rutin.

Bisa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun