Sudah ada terlalu banyak keruwetan di sektor olahraga nasional, dan itu tak bisa lagi ditutupi, hanya dengan harapan, optimisme, atau nasionalisme kosong.
Terbukti, performa atlet Indonesia di cabor andalan seperti bulutangkis saja loyo. Kalau tak ada keruwetan di federasi, dan pemerintah mendukung penuh sejak proses awal, seharusnya medali emas bisa diraih dengan sedikit lebih mudah.
Tapi, karena mentalitas yang berkembang masih mengutamakan hasil akhir, dan lebih mengutamakan gengsi di level Asia Tenggara dan Asia (terutama saat jadi tuan rumah) sudah waktunya kita tak berharap banyak di Olimpiade, karena mendapat medali saja sudah kesulitan.
Apalagi, kontingen Indonesia tak pernah mengirim ratusan atlet, layaknya negara-negara langganan peringkat papan atas Olimpiade, seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.
Kalau jumlahnya minimalis, dan dukungan federasi cabor (apalagi pemerintah) tetap seadanya saat atlet harus berjuang, jangan harap banyak medali emas Olimpiade dalam satu edisi bisa diraih.
Mungkin, pendapat saya kali ini terlalu keras, jika dihadapkan dengan optimisme yang rutin muncul. Masalahnya, sudah terlalu sering kita melihat, kontingen Indonesia seperti "dikepung" atlet negara lain di satu cabor. Hanya yang benar-benar istimewa saja yang bisa meraih medali emas.
Pada akhirnya, jika mau melihat Indonesia panen medali emas, apalagi bertengger di papan atas Olimpiade, harus ada keberanian dari federasi cabor, untuk memutus segala keruwetan yang sudah membudaya.
Pemerintah pun juga perlu mendukung penuh setiap atlet yang bertanding di pesta olahraga sejagat, kalau perlu sejak tahap pembinaan usia muda, supaya para atlet bisa tampil optimal.
Jadi, mereka tak hanya diiming-imingi hadiah atau status PNS, tapi didukung penuh, layaknya orang yang menjalankan tugas negara. Bagaimamapun, para atlet yang bertanding di Olimpiade bertarung dengan membawa nama negara.
Kalau hasilnya baik, pemerintah pun berhak untuk ikut merasa bangga dan berkontribusi, karena sudah melakukan yang seharusnya dilakukan. Sudah bukan masanya lagi pemerintah membiarkan para atlet berjibaku sendiri sejak awal, tapi malah ditunggangi oknum pejabat nakal, saat seharusnya berhak menikmati hasil jerih payah usai tugas negara tuntas.
Memang, perilaku ini adalah satu fenomena membudaya di Indonesia, tapi sekaligus menjadi alasan logis, kenapa berprestasi di Olimpiade masih sulit Buat Indonesia.