Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Beda Nasib Strategi "Copy Paste" Indonesia-Malaysia

17 Juli 2024   23:56 Diperbarui: 19 Juli 2024   03:14 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak suksesnya kiprah Park Hang Seo di Timnas Vietnam (2017-2023) pelatih asal Korea Selatan lalu berdatangan di tim nasional kawasan Asia Tenggara. Maklum, Si Golok Setan berhasil mengangkat Vietnam ke level Asia dan peringkat 100 besar FIFA.

Belakangan, Vietnam kembali menunjuk pelatih asal Negeri Ginseng, yakni Kim Sang Sik. Pelatih kelahiran tahun 1976 ini menggantikan Philippe Troussier (Prancis) yang dipecat usai dua kali kalah dari Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Strategi Tim Bintang Emas ini lalu ditiru dua negara rumpun Melayu, yakni Indonesia dan Malaysia. Indonesia mendatangkan Shin Tae-yong, sementara Malaysia merekrut Kim Pan Gon.

Kedua pelatih asal Korea Selatan ini sama-sama punya pengalaman melatih di level tim nasional. Shin Tae-yong pernah melatih Timnas Korea Selatan, sementara Kim Pan Gon pernah melatih Timnas Hong Kong.

Mereka bahkan pernah sama-sama bertugas di Timnas Korea Selatan, dengan Kim Pan Gon menjadi direktur teknik, dan Shin Tae-yong menjadi pelatih Tim Ksatria Taeguk di Piala Dunia 2018.

Bisa dibilang, Indonesia dan Malaysia coba meniru cerita sukses Vietnam. Pada awalnya, keduanya tim memperlihatkan progres menarik, dengan sama-sama lolos ke putaran final Piala Asia 2023.

Tapi, perkembangan selanjutnya justru bertolak belakang. Saat Tim Garuda lolos ke babak gugur Piala Asia 2023, Tim Harimau Malaya malah mentok di fase grup.

Di level U-23, situasinya malah lebih timpang. Malaysia kembali mentok di fase grup, sementara Indonesia melaju ke semifinal, dan babak akhir Kualifikasi Olimpiade 2024.

Shin Tae-yong dan Kim Pan Gon (Bolasport.com)
Shin Tae-yong dan Kim Pan Gon (Bolasport.com)

Kembali ke level senior, tepatnya di Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Kali ini Indonesia dan Malaysia sebenarnya sama-sama mampu meraih 10 poin, tapi berbeda nasib.

Jay Idzes dkk mampu lolos ke putaran ketiga, sekaligus menjadi wakil tunggal Asia Tenggara, sementara Dion Cools dkk kalah poin dari Kirgistan dan Oman. Hasil ini juga membuat Indonesia lolos otomatis ke putaran final Piala Asia 2027, dan Malaysia masih harus menjalani Kualifikasi Piala Asia 2027.

Situasi kedua tim mungkin terlihat aneh. Kenapa tim yang sama-sama dilatih orang Korea Selatan, punya awalan dan ide mirip, malah mendapat hasil kontras?

Satu faktor kunci yang bisa dilihat ada pada kebijakan kedua tim soal pencarian bakat diaspora dan pemain naturalisasi.

Timnas Indonesia di era STY lebih memprioritaskan pemain diaspora Indonesia yang masih produktif dan (minimal) punya pengalaman bermain di liga-liga Eropa. Berkat kebijakan ini, kualitas dan performa Tim Merah Putih cenderung meningkat,

Pola ini secara kasat mata juga ditiru Malaysia, tapi, pada prosesnya, FAM (PSSI-nya Malaysia) tidak punya kriteria dengan standar jelas, karena justru menaturalisasi pemain-pemain asing dari Liga Malaysia.

Akibatnya bukan maju, progres Malaysia justru terlihat stagnan. Stagnasi ini memicu perselisihan antara FAM dan pelatih Kim Pan Gon, yang berujung pada pengunduran diri sang pelatih, Selasa (16/7) lalu.

Sebagai gantinya, FAM mempromosikan Pau Marti Vicente (sebelumnya asisten pelatih) sebagai pelatih baru, dengan tugas terdekat bertanding di Piala Merdeka 2024. Nantinya, pelatih asal Spanyol ini akan dievaluasi secara periodik, sebelum akhirnya dipertahankan atau tidak.

Dengan demikian, Tim Negeri Jiran dipaksa memulai lagi semuanya dari awal, karena strategi "copy paste" mereka gagal total. Tentu saja, kegagalan ini normal, karena mereka coba meniru dan memadukan strategi Vietnam dan Indonesia secara mentah-mentah alias "amati, tiru plek ketiplek".

Tidak ada modifikasi, seperti pada strategi mencari pemain diaspora Indonesia, dan ini menjadi satu kelemahan fatal, karena Timnas Malaysia jadi terkesan kurang fokus pada upaya mengejar prestasi. Ketika performa buruk, pelatih lah yang jadi sasaran tembak, sebelum akhirnya dipaksa pergi.

Situasi ini sangat kontras dengan Indonesia, karena pada waktu berdekatan, pelatih Shin Tae-yong diganjar PSSI kontrak baru sampai tahun 2027, berkat berbagai kemajuan yang mampu dibuatnya.

Dalam sepak bola, meniru strategi sukses lawan memang bukan hal tabu, tapi harus ada modifikasi, karena itulah yang akan menentukan.

Tanpa modifikasi, kalaupun ada kemajuan, kemajuan ini tidak punya keberlanjutan. Akibatnya, saat progres yang ada mandek, kemunduran datang, dan semua harus dimulai dari awal lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun