Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Copa America 2024, Titik Awal Transisi Argentina

5 Juli 2024   23:33 Diperbarui: 5 Juli 2024   23:37 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul di atas adalah satu pertanyaan yang muncul, seiring laju Argentina di Copa America 2024. Setelah meraih poin sempurna dan tanpa kebobolan di fase grup, sang juara bertahan melaju ke semifinal, usai menang adu penalti 4-2 (1-1) atas Ekuador, Jumat (7/5, WIB).

Seperti biasa, Tim Tango mengandalkan Lionel Messi sebagai motor serangan tim. Meski sudah berusia 37 tahun, sang kapten masih menampilkan aksi individu dan visi bermain istimewa.

Kepemimpinan pemain nomor punggung 10 ini juga masih sangat membantu tim, untuk tetap kompak di atas lapangan. Boleh dibilang, meski baru mencetak satu assist, peran sang bintang masih sangat penting bagi tim secara umum.

Sepintas, ini seperti yang biasa dilihat pecinta sepak bola setidaknya selama sedekade terakhir di level antarnegara: Messi adalah Argentina, dan Argentina adalah Messi.

Satu situasi yang secara unik mencapai titik puncak, saat La Pulga menjadi inspirator tim, yang mengawinkan gelar Copa America 2021 dan Piala Dunia 2022, di usia yang sudah tak lagi muda buat pesepakbola.

Sebenarnya, titik puncak performa Leo di tim nasional sebenarnya sudah tercapai, saat dirinya menjadi menjadi juara dan pemain terbaik Piala Dunia 2022.

Setelah penampilan di Qatar, pemain kidal ini memang mampu mencetak 3 gol di Kualifikasi Piala Dunia zona CONMEBOL dan sejumlah gol lain di laga uji coba.
Tapi, pemain Inter Miami ini tak lagi mendapat tugas serumit dulu.

Tak ada kewajiban untuk tampil sempurna dan mencetak banyak gol, yang kadang masih ditambah tugas klasik pemain nomor punggung 10: mampu menggendong tim nyaris sendirian saat situasi buntu.

Jadi, tidak mengejutkan kalau kegagalan Messi menjebol gawang Ekuador di babak tos-tosan disikapi tim dan publik sepak bola Argentina dengan relatif kalem. Kalau momen ini terjadi 10-15 tahun lalu, banjir kritik sudah pasti datang.

Dari segi menit bermain, legenda Barcelona ini juga cukup dibatasi. Selain karena faktor usia dan cedera di beberapa kesempatan, tim pelatih Timnas Argentina cenderung lebih berhati-hati, dan tidak lagi ngotot memaksa sang megabintang main penuh di setiap laga seperti dulu.

Dengan level performa yang relatif sudah menurun, sikap kalem fans, dan perlakuan begitu hati-hati yang diterima pemain kelahiran tahun 1987 ini, ada satu keheranan yang mungkin terlintas.

Mengapa pelatih Lionel Scaloni masih tetap melibatkan dalam tim, bahkan mengharapkannya ikut bermain di Piala Dunia 2026?

Kalau melihat performa tim secara umum di Copa America 2024, keberadaan Lionel Messi di tim tampak menjadi satu strategi khusus tim juara Piala Dunia tiga kali, untuk mempersiapkan era setelah sang ikon pergi.

Seperti diketahui, di balik performa "biasa saja" sang kapten, ada pemain lain yang bisa bersinar. Inilah yang lalu dimanfaatkan Scaloni, untuk membangun tim sebagai satu unit, dan mengurangi ketergantungan kepada Messi.

Sebagai contoh, Lautaro Martinez mampu mencetak 4 gol (dan berpeluang menjadi top skor). Ada juga Emiliano Martinez yang baru kebobolan satu gol, dan (seperti biasa) andal di babak adu penalti.

Karena peran dan kontribusinya di tim nasional masih kuat, jelas perlu ada satu masa transisi tidak sebentar, supaya ketika eks pemain PSG ini benar-benar pensiun, performa tim nasional bisa tetap stabil.

Pada masa lalu, Albiceleste sempat mengalami situasi sulit, saat ditinggal pensiun Diego Maradona usai Piala Dunia 1994.

Sepeninggal El Pibe De Oro, pemain bintang datang silih berganti, tapi tidak adanya persiapan memadai, membuat bayang-bayang besar El Diego begitu awet.
Saking awetnya, tim nasional sempat mengalami puasa gelar juara, yang baru tuntas tahun 2021, atau hampir 30 tahun lamanya.

Sampai Lionel Messi akhirnya datang dari meraih berbagai prestasi, pemain berbakat dengan label "Maradona Baru" muncul silih berganti, tapi tak ada yang bisa mendekati kehebatan sang legenda lawas Argentina.

Untuk kasus Lionel Messi, yang secara prestasi di tim nasional selevel (dalam hal menjadi juara dunia) dengan Maradona, tim pelatih La Seleccion tampaknya belajar betul dari keruwetan di masa lalu. Copa America 2024 adalah titik awal, dan titik akhirnya ada di Piala Dunia 2026..

Dengan pendekatan seperti ini, ada persiapan secara kolektif, baik bagi tim di lapangan maupun penggemar di luar lapangan, untuk bisa "melepas" peraih 8 Ballon D'Or, saat waktunya datang dan semua sudah siap.

Jadi, ketika era pasca-Messi nanti datang, prestasi dan kehebatan seorang Lionel Messi bisa menjadi inspirasi, bukan harapan rasa beban buat generasi berikutnya.

Akankah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun