Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Uruguay, Jagoan Klasik yang Menarik

25 Juni 2024   14:02 Diperbarui: 25 Juni 2024   21:46 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Darwin Nuñez dari Uruguay melakukan selebrasi setelah mencetak gol kedua tim pada pertandingan Grup C CONMEBOL Copa America 2024 antara Uruguay vs Panama di Stadion Hard Rock pada 23 Juni 2024 di Miami Gardens, Florida. (AFP/MEGAN BRIGGS via kompas.com)

Pada Copa America 2024, perhatian pecinta sepak bola terpusat pada Brasil dan Argentina, dengan perjumpaan kedua tim (seperti biasa) menjadi skenario final ideal favorit penonton. 

Ini cukup bisa dimengerti, karena kedua tim sama-sama punya sejarah dan jejak rivalitas panjang, lengkap dengan sederet prestasi dan tim bertabur bintang.

Dengan timpangnya situasi aktual di tim Argentina dan Brasil, muncul satu tim alternatif yang sebenarnya juga merupakan tim jagoan klasik Amerika Selatan, yakni Uruguay. Seperti diketahui, La Celeste (bersama Argentina) merupakan tim tersukses di Copa America, dengan sama-sama 15 kali juara turnamen. 

Tapi, tidak seperti Brasil dan Argentina, Uruguay sempat timbul-tenggelam, bahkan mereka sempat beberapa kali absen di Piala Dunia, dengan yang terakhir datang pada edisi 2006. 

Pamor juara Piala Dunia 1930 dan  1950 ini baru kembali mencuat, ketika mencapai semifinal Piala Dunia 2010 dan juara Copa America 2011.

Bermaterikan trisula Luis Suarez-Edinson Cavani-Diego Forlan, Uruguay yang kala itu diasuh Oscar Tabarez muncul bak raksasa bangun dari tidurnya. 

Hanya saja, gaya main tim yang terlalu "textbook" dan menuanya para pemain kunci, membuat Los Charruas perlahan kembali menurun.

Setelah gagal lolos dari fase grup Piala Dunia 2022, AUF (PSSI-nya Uruguay) pun membuat gebrakan, dengan merekrut Marcelo Bielsa. Pelatih asal Argentina ini menjadi pelatih asing kedua sepanjang sejarah tim nasional Uruguay setelah Daniel Passarella (Argentina, 1999-2001). 

Marcelo Bielsa, Fede Valverde dan Darwin Nunez (Theguardian.com)
Marcelo Bielsa, Fede Valverde dan Darwin Nunez (Theguardian.com)

Mereka melihat, filosofi klasik "Garra Charrua" (permainan lugas dan ulet khas Uruguay) perlu diperbarui, supaya bisa tetap adaptif di era kekinian.

Untuk urusan memperbarui tim, khususnya dalam sistem permainan dan komposisi pemain, eks pelatih Timnas Argentina ini memang sudah terbukti sukses. 

Untuk level tim nasional di Amerika Selatan, kiprahnya membangun generasi Arturo Vidal dan Alexis Sanchez di Chile (2007-2011) telah menjadi satu cerita sukses tersendiri.

Keputusan berani AUF ini terbukti tepat, bahkan mampu mengubah tim dalam waktu relatif cepat. Di bawah arahan El Loco, Tim Biru 

Langit pelan-pelan berevolusi. Dari yang tadinya defensif, simpel dan cenderung keras menjadi lebih agresif dan "lentur" berkat kebebasan berimprovisasi dan permainan tempo tinggi khas eks mentor Pep Guardiola itu.

Keberanian Bielsa menurunkan pemain macam Fede Valverde (Real Madrid), Ronald Araujo (Barcelona) dan Darwin Nunez (Liverpool) dengan menepikan Luis Suarez ke bangku cadangan, juga membuat tim Uruguay terlihat lebih segar dengan generasi baru.

Hasilnya, Fede Valverde dkk mampu mengalahkan Brasil dan Argentina di Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona CONMEBOL dengan skor identik 2-0. Jadi, tidak mengejutkan kalau mereka mampu menekuk Panama 3-1 di laga perdana fase grup Copa America 2024.

Satu hal mencolok lain yang hadir di Uruguay asuhan Bielsa adalah, mereka mulai bisa menjadi satu kekuatan kolektif, dengan setiap pemain mampu tampil semaksimal mungkin.

Terbukti, Darwin Nunez yang dianggap inkonsisten di Liverpool mampu mencuat sebagai ujung tombak tim, menggantikan Edinson Cavani yang sudah pensiun dari tim nasional. Selain sukses menjebol gawang Brasil dan Argentina, penyerang berusia 25 tahun ini juga sudah mencetak 9 gol dari 6 pertandingan internasional terakhirnya, termasuk trigol ke gawang Meksiko dan satu gol ke gawang Panama.

Ini sangat berbeda dengan gaya klasik Uruguay, yang banyak bertumpu pada pemain "nomor 10" atau ujung tombak kembar. Jika pemain andalan ini terpaksa absen atau diredam lawan, selesai sudah.

Gaya klasik ini terakhir muncul, saat Luis Suarez dan Edinson Cavani menjadi ujung tombak kembar. Saat keduanya oke, performa tim oke-oke saja, tapi kalau salah satu harus absen, lini depan akan terancam ompong.

Dengan pendekatan kolektif dan pembaruan di bawah arahan Bielsa, plus sedikit keberuntungan, Uruguay bisa menjadi tim yang menarik diikuti di Copa America 2024. 

Ini bukan sekumpulan individu dengan kemampuan olah bola memukau seperti Brasil atau Argentina, tapi sebuah tim yang bisa bertarung sebagai satu unit kesatuan, dengan kombinasi pemain dari liga Amerika Latin dan liga top Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun