Tim-tim diatas memang spesial, tapi tidak sekonsisten Real Madrid sedekade terakhir. Real sendiri terbiasa menjalani masa transisi yang relatif cepat. Setiap kali ditinggal pergi pemain bintangnya, tak perlu waktu lama mendapat pengganti sepadan.
Dimulai dari kepergian Cristiano Ronaldo ke Juventus tahun 2018, disusul Karim Benzema ke Al Ittihad (2023), yang menghadirkan ruang buat duo Brasil Vinicius-Rodrygo, plus Jude Bellingham dan Joselu si "supersub".
Untuk musim 2024-2025, klub penghuni Estadio Santiago Bernabeu ini bahkan sudah memastikan kedatangan Endryck (Brasil) dari Palmeiras, plus bersiap meresmikan Kylian Mbappe. Jadi, bisa dibayangkan seberapa seram lini serang mereka.
Masalahnya, konsistensi seperti ini malah membuat kompetisi Liga Champions jadi terasa membosankan. Saking stabilnya performa Real Madrid di final Liga Champions, hampir tak ada celah untuk kejutan di final.
Klub rival bebuyutan Barcelona itu sendiri ternyata mulai merasa, kompetisi Liga Champions kurang menantang. Tak heran, mereka lalu menginisiasi proyek olahraga ambisius Liga Super Eropa pada 2021.
Meski awalnya mampu menarik klub raksasa dari liga top Eropa, proyek ini akhirnya kolaps. Dengan hanya menyisakan Real Madrid dan Barcelona, belum diketahui bagaimana kelanjutan proyek yang secara teknis sudah "mati suri" ini.
UEFA sendiri sadar dengan situasi pasca gejolak Liga Super Eropa, dan ancaman "titik jenuh" Liga Champions. Karena itulah, mereka merancang format baru kompetisi, dengan melibatkan 36 klub.
Terlepas dari kritik karena jadwal yang dinilai sangat padat, format baru Liga Champions ini bisa menjadi satu tantangan menarik buat Real Madrid.
Kalau ternyata mampu diatasi, bahkan dengan mudah, berarti bukan kualitas kompetisinya yang buruk, tapi Real Madrid-lah yang memang terlalu bagus.
Dengan level konsistensi sehebat itu, rasanya Real Madrid tak akan butuh waktu terlalu lama untuk meraih titel Liga Champions ke 20 mereka. Tapi, dominasi superior seperti ini bisa menghasilkan ketimpangan lebih jauh, dan membuat kompetisi terasa membosankan.
Sebuah ironi muram, dari kompetisi tingkat benua, yang selama bertahun-tahun sudah jadi kiblat sepak bola di level antarklub.