Usia 30-an dan olahraga. Dua hal ini menjadi satu fenomena tren di Indonesia, yang belakangan cukup banyak saya jumpai di linimasa media sosial.
Ada banyak orang di usia ini, yang mendadak sangat intens berolahraga. Entah lari maraton, angkat beban, bahkan naik gunung, semua dilakukan dan terlihat luar biasa.
Memang, berolahraga intens adalah satu kebiasaan yang sangat bagus untuk menjaga kebugaran fisik dan kesegaran pikiran.
Tapi, ketika melihat fenomena "mendadak atlet" di usia 30-an, saya justru melihat ada satu hal yang "terbalik" di sini, khususnya dalam hal intensitas.
Sekilas, olahraga intensitas tinggi adalah satu hal yang bagus untuk dibiasakan, tapi intensitas tinggi seperti halnya atlet belum tentu bisa diikuti semua orang. Apalagi kalau semuanya baru dimulai di usia kepala tiga.
Seorang atlet saja, yang sudah memulai sejak usia anak-anak, begitu masuk usia 30-an cenderung lebih berhati-hati dan berusaha lebih efektif, bukan lagi sebatas aktif secara intens.
Satu lagi, seiring bertambahnya usia dan pengalaman, seorang atlet biasanya berusaha sebisa mungkin menghindari risiko cedera, yang pada titik tertentu dibangun dari trauma cedera.
Di rentang usia 30-an tahun juga, seorang atlet rata-rata sudah mulai melewati puncak performa dan pensiun sebagai atlet.
Jadi, ketika kebiasaan olahraga intensitas tinggi dimulai di saat usia 30-an tahun, ini sebenarnya cukup berisiko.
Pada fase usia ini, orang-orang yang terbiasa berolahraga sekalipun akan lebih berhati-hati dan mengatur skala prioritas.