Seiring promosi Como 1907 ke Serie A Italia, rumor transfer pun mulai muncul. Segera setelah promosi, dua pemain berpengalaman langsung masuk radar, yakni Mauro Icardi (Galatasaray) dan Joaquin Correa (Inter Milan).
Icardi (31) yang masih jadi juru gedor andalan Gala, pernah menjadi kapten Inter Milan dan 2 kali menjadi top skor Serie A Italia (musim 2014-2015 dan 2017-2018). Pemain asal Argentina itu juga meraih sejumlah prestasi di PSG, yang kala itu dimotori Neymar dan Kylian Mbappe.
Sementara itu, Correa, yang juga berasal dari Argentina, cukup kenyang pengalaman di Eropa. Pemain kelahiran tahun 1994 ini pernah bermain di Sevilla, Lazio dan Marseille.Â
Di level tim nasional, pemain yang bisa berperan sebagai penyerang sayap, gelandang serang dan penyerang ini ikut ambil bagian saat Timnas Argentina meraih Copa America 2021.
Profil dua pemain itu jelas sesuai dengan kebutuhan tim. Maklum, Biancoblu memang membutuhkan tambahan kekuatan untuk mengarungi kasta tertinggi Liga Italia, untuk pertama kalinya sejak 21 tahun terakhir.
Thom Haye menjadi satu rumor yang kurang masuk akal. Memang, pemain Timnas Indonesia ini berstatus bebas transfer setelah kontraknya di Heerenveen tuntas.
Tapi, dari rumor transfer yang ada, rumor transferSecara performa, pemain kelahiran tahun 1995 ini juga terbilang bagus di Eredivisie Belanda. Masalahnya, profil Haye kurang cocok dengan kebutuhan Como.
Memang, pemain kelahiran Belanda ini pernah bermain di Lecce pada musim 2018-2019, tapi itu menjadi pengalaman tunggalnya bermain di luar Belanda (sejauh ini) dengan akhir yang relatif kurang sukses.
Selain karena menit bermain terbatas, pengalaman bermainnya didapat di Serie B. Meskipun Lecce saat itu promosi ke Serie A, ia tak sempat mencicipi penampilan di Serie A, setelah memutuskan pergi ke ADO Den Haag, tak lama setelah putus kontrak dengan Lecce di awal musim 2019-2020.
Soal kemungkinan transfer Haye ke Como, rumornya memang sudah ada sejak beberapa bulan terakhir. Tapi, sebagian besar berasal dari media di Indonesia.
Satu faktor kunci yang membuat rumor ini banyak diapungkan adalah faktor keberadaan Djarum Group di klub asal Lombardia ini. Tapi, sudut pandang ini justru menunjukkan satu perspektif "mentalitas titipan" atau budaya "jalur orang dalam" khas Indonesia yang agak memalukan.
Memang, Como punya Kurniawan Dwi Yulianto di jajaran staf kepelatihan, tapi eks pemain Timnas Indonesia ini memang sudah punya lisensi kepelatihan AFC Pro dan pernah melatih di Liga Malaysia.
Jadi, memang ada faktor kompetensi yang diperhatikan. Untuk posisi di tim kepelatihan, tidak ada aturan kuota non-Uni Eropa, dan Como (dalam hal ini Djarum Group) memanfaatkan celah itu untuk menjaring pelatih lokal Indonesia yang dinilai potensial.
Selain Kurniawan, ada Dani Suryadi yang juga bekerja di tim kepelatihan Como sebagai staf pelatih Tim U-19. Eks staf pelatih Persis Solo ini menjalani kursus kepelatihan di Inggris secara mandiri, dan mengantongi Lisensi UEFA FA Level 2, sebagai tim analis.
Masalahnya, untuk pos pemain, Liga Italia hanya memberi kuota 2 pemain berpaspor non-Uni Eropa per tim. Biasanya, kuota ini hanya dipakai untuk pemain dengan kemampuan di atas rata-rata, dan ada strategi khusus biasa dilakukan klub di liga-liga top Eropa untuk mengakalinya.
Sebagai contoh, Real Madrid baru bergerak merekrut Endryck, yang dianggap sebagai bakat besar Brasil, setelah memastikan Vinicius (Brasil) mendapat paspor Spanyol.
Selain itu, Los Brancos juga mendaftarkan Jude Bellingham sebagai pemain asal Irlandia (kewarganegaraan kedua sang pemain) untuk mengakali kuota non-Uni Eropa. Seperti diketahui, sejak "Brexit", Inggris bukan lagi anggota Uni Eropa.
Dengan status Haye yang merupakan pemain non-Uni Eropa, peluangnya ke klub penghuni Stadio Giuseppe Sinigaglia menjadi agak sulit. Apalagi, selain punya profil mentereng, Correa dan Icardi sama-sama punya paspor Italia, karena merupakan pemain Argentina keturunan diaspora Italia.
Berhubung ketatnya aturan kuota non-Uni Eropa di sejumlah liga top Eropa, peluang realistis Thom Haye tinggal berada di liga Belgia, yang cenderung longgar soal aturan ini. Kebetulan, ada beberapa pemain Timnas Indonesia di sini, seperti Marselino Ferdinan, Sandy Walsh, dan Shayne Pattynama.
Como sendiri jelas tak ingin hanya numpang lewat di Serie A, dan manajemen klub jelas tak ingin merusak apa yang sejauh ini sudah berjalan, hanya karena intervensi pemilik untuk merekrut pemain Indonesia.
Lagipula, cara berpikir "jalur orang dalam" ini benar-benar payah. Sekalipun punya pemilik dari satu negara, bukan berarti pemain dari negara tersebut bisa sembarangan masuk.
Klub sekelas Leicester City yang dimiliki King Power (Thailand) saja hanya berani memberi kontrak untuk Thanawat Suengchitthawon (Pemain Timnas Thailand) sebagai pemain di tim cadangan antara tahun 2020-2023, karena sang pemain punya paspor Prancis, dan pernah memperkuat Nancy (tim liga Prancis) di level junior.
Masih di Inggris, Wolverhampton Wanderers yang dimiliki oleh Fosun Group (Tiongkok) pernah mengontrak Dongda He alias He Zhenyu antara tahun 2018-2023. Tapi, pemain yang kini membela Changchun Yatai datang sebagai "homegrown player" di Inggris karena sebelumnya memperkuat akademi Notts County sejak tahun 2012.
Pada kasus lain, ada PSG, Manchester City dan Newcastle United, yang masing-masing dimiliki keluarga kerajaan Qatar, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi. Tapi, tidak (atau setidaknya belum) ada pemain dari tiga negara tersebut di tim.
Di La Liga Spanyol, ada Peter Lim (Singapura) yang menjadi pemilik klub. Tapi, tak ada pemain asal Singapura di sana. Paling mentok, Los Che cuma pernah melakukan tur pramusim dan membuka cabang akademi di sana.
Memang, pernah ada Bakrie Group yang pernah menjadi pemilik CS Vise (Belgia) dan menitipkan alumnus proyek SAD Uruguay di sana, misal Syamsir Alam dan Alfin Tuasalamony. Sayangnya, klub ini lalu mengalami krisis keuangan dan dinyatakan bangkrut tahun 2014
Jelas, narasi "jalur ordal" yang diapungkan media di Indonesia hanya sebuah asumsi kultural, berdasarkan budaya kerja di Indonesia, yang pada titik tertentu memang agak absurd.
olahraga jangka panjang dan tertata rapi. Pemilik klub hanya memberikan dukungan dana. Manajemen dan tim pelatih lah yang menentukan di lapangan. Ini tidak bisa dibolak-balik atau dibongkar pasang seenaknya.
Di liga-liga Eropa, sebuah tim dibangun dari sebuah proyekDengan pemberitaan masif dan narasi bias yang kadang cenderung "lebay", mungkin akan menarik kalau Thom Haye benar-benar mendarat di Como. Jika kenyataan berkata lain, ini akan sangat memalukan, karena terbukti tidak benar, dan menunjukkan dangkalnya perspektif yang ada.
Berangkat dari situ, seharusnya media (khususnya di Indonesia) perlu lebih objektif dalam pemberitaan seperti ini. Jangan sampai narasi bias atas nama "nasionalisme" menciptakan "budaya" negatif yang mengaburkan objektivitas dan  mewajarkan pembodohan publik.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H