Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"Blusukan Internasional" ala Indra Sjafri

16 Mei 2024   17:14 Diperbarui: 18 Mei 2024   13:08 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas U20 Indonesia latihan di GBK Empire Fit Club (Ring Road GBK), pada Rabu (15/5/2024). (Foto: KOMPAS.com/Leonardo Juan) 

Di masa lalu, nama-nama seperti Yabes Roni, Todd Rivaldo Ferre, Egy Maulana Vikri, dan Witan Sulaeman juga ditemukan, antara lain lewat metode "blusukan".

Hanya saja, untuk generasi terkini, pelatih Bali United itu tidak hanya "blusukan" di Indonesia, tapi juga ke Belanda. Boleh dibilang, ini adalah blusukan versi mancanegara, karena dilakukan di Indonesia dan Belanda.

Sepintas, manuver ini terlihat "boros", tapi menjadi relevan karena ada target akhir cukup tinggi, yang coba dibidik PSSI, yakni lolos ke Piala Dunia U-20 di Chile tahun 2025. Untuk bisa lolos, Garuda Muda minimal harus mencapai semifinal Piala Asia U-19, dengan lebih dulu lolos kualifikasi.

Pada era modern, capaian terbaik Timnas U-19 di level Asia adalah babak perempat final edisi 2018. Dengan kompetisi usia muda yang masih dibenahi di sana-sini dan sempat vakum cukup lama, keberadaan pemain diaspora dari Belanda menjadi satu opsi realistis.

Rata-rata dari mereka sudah dibina sejak bocah, dari sistem yang memang sudah tertata rapi, dengan standar yang sudah baku. Mereka inilah potensi nyata yang dibutuhkan sepak bola nasional, untuk mengejar ketinggalan, setidaknya di level Asia.

Sambil menunggu sistem pembinaan pemain di dalam negeri selesai dibenahi dan menghasilkan pemain bagus, keberadaan pemain diaspora bisa menjadi satu solusi efektif. Kekurangan ini sendiri tampaknya juga sudah disadari Indra Sjafri, dengan dirinya melakukan "blusukan" sampai ke Belanda.

PSSI sendiri juga secara sadar mendorong pencarian potensi diaspora Indonesia, antara lain dengan memanfaatkan fasilitas bidang diaspora dari Kemenpora.

Di era Erick Thohir, PSSI tampaknya menyadari, sistem yang sedang dibenahi di dalam negeri baru bisa berbuah (paling cepat) dalam beberapa tahun lagi. 

Jadi, daripada jalan di tempat dan mundur karena terbuai potensi semu, memberdayakan potensi nyata adalah solusi paling waras.

Tapi, dengan terbukanya potensi dari pemain diaspora, PSSI juga perlu mulai membangun mental bertanding tim sejak level junior, dengan membiasakan tim lolos ke babak gugur atau tahap lanjut di level Asia.

Dengan demikian, Timnas Indonesia akan punya tim yang kompetitif di level senior, karena sudah ditempa sejak junior. Otomatis, PSSI harus mulai fokus ke level Asia, bukan lagi  sebatas jadi "katak dalam tempurung" di Asia Tenggara.

Untuk saat ini, fondasinya sudah ada dari Timnas U-23 generasi Witan Sulaeman dkk, yang sukses menembus semifinal Piala Asia U-23 dan babak akhir Kualifikasi Olimpiade 2024. Selebihnya, tinggal bergantung pada keseriusan PSSI untuk melanjutkan, atau hanya akan merasa cukup puas sampai disitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun