Jelang Piala Asia U-23 di Qatar, PSSI membuat kejutan. Tanpa diduga sebelumnya, PSSI memutuskan untuk meliburkan Liga 1, demi mengakomodasi kepentingan tim nasional.
Meski pada dasarnya adalah satu turnamen kelompok umur, yang jelas tak masuk dalam kalender resmi FIFA, PSSI tampak ingin berusaha meraih prestasi dalam debut Garuda Muda di turnamen tingkat Asia satu ini.
Maklum, Piala Asia U-23 merupakan kualifikasi Olimpiade Zona Asia untuk cabang olahraga sepak bola putra. Momentumnya juga sedang pas, karena Timnas Indonesia belakangan sedang dalam tren positif.
Seperti diketahui, Tim Garuda baru saja mencatat sejarah lolos ke babak gugur Piala Asia 2023, berpeluang lolos ke Piala Asia 2027, masih bersaing di Kualifikasi Piala Dunia 2026, dan mengalami kenaikan posisi di peringkat FIFA.
Jelas, PSSI tampaknya ingin menjaga  momentum positif, dengan harapan bisa mencatat prestasi di Piala Asia U-23, kalau perlu lolos ke Olimpiade 2024.
Di ajang Olimpiade sendiri, Timnas Indonesia sudah pernah tampil dan mencatat prestasi di Olimpiade 1956. Kala itu, tim yang dimotori Ramang mampu melaju sampai babak perempat final, sebelum akhirnya takluk oleh Uni Soviet, tim yang akhirnya meraih medali emas dan diperkuat kiper legendaris Lev Yashin.
Karena itulah, PSSI berusaha memastikan Timnas U-23 tidak bermateri pemain seadanya. Dengan diliburkannya kompetisi Liga 1, klub tidak punya alasan untuk menahan pemain atau menolak panggilan tim nasional.
Praktis, kalaupun ada kendala dengan klub, kendala itu hanya tinggal urusan komunikasi terkait pemain yang berkiprah di klub Eropa, seperti pada kasus Nathan Tjoe-A-On (SC Heerenveen) yang posisinya masih dinegosiasikan PSSI dengan klub Eredivisie Belanda itu.
Selebihnya, yakni Marselino Ferdinan  (KMSK Deinze, Belgia), Rafael Struick (ADO Den Haag, Belanda) dan Ivar Jenner (FC Utrecht, Belanda) sudah aman. Garuda Muda juga punya dua pemain "abroad" dari Asia, yakni Pratama Arhan (Suwon FC, Korea Selatan) dan Justin Hubner (Cerezo Osaka, Jepang).
Dengan 6 pemain "abroad" plus pemain langganan Timnas Indonesia senior seperti Witan Sulaeman (Persija Jakarta) dan Ernando Ari (Persebaya Surabaya) Timnas U-23 tentu ingin tampil semaksimal mungkin, minimal tak jadi bulan lawan.
Tapi, dengan fasilitas seperti ini, ditambah ekspektasi PSSI untuk bisa lolos dari fase grup, Piala Asia U-23 bisa menjadi satu ajang yang cukup "tricky" buat pelatih Shin Tae-yong.
Seperti diketahui, kontrak pelatih asal Korea Selatan itu akan tuntas akhir Juni 2024. Dengan target lolos ke babak gugur Piala Asia 2023 terpenuhi dan peluang lolos ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 cukup terbuka, praktis tinggal Piala Asia U-23 yang jadi "raja terakhir" sebelum perpanjangan kontrak didapat.
Kalau kontrak STY jadi diperpanjang, ini akan jadi satu capaian unik. Untuk pertama kalinya sejak puluhan tahun, PSSI mau memperpanjang kontrak pelatih, dan Timnas Indonesia dilatih seorang pelatih dalam waktu lebih dari lima tahun.
Masalahnya, sebagai satu organisasi, PSSI adalah satu lembaga yang sudah lama terkenal karena "ruwet". Sebelum ini, kasus tarik-ulur kontrak pelatih tim nasional sudah pernah terjadi saat Luis Milla akhirnya hengkang usai gagal memenuhi  target PSSI lolos ke semifinal Asian Games 2018.
Seperti biasa, PSSI tetap bergeming melepas sang pelatih asal Spanyol, meski publik sepak bola nasional puas dengan progres kinerja eks pemain Real Madrid dan Barcelona itu secara umum.
Kasus yang sama bisa saja terjadi pada Shin Tae-yong, andai Timnas U-23 gagal lolos dari fase grup. Tapi, kalau PSSI bisa lebih objektif, apapun capaian Witan Sulaeman dkk di Qatar nanti, seharusnya masih bisa dimaklumi.
Bukan bermaksud pesimis, tapi supaya publik sepak bola nasional dan PSSI bisa lebih objektif. Dengan posisi Indonesia sebagai debutan di antara Qatar, Yordania, dan Australia, bisa tampil percaya diri dan bermain lepas saja sudah bagus. Sisanya bonus.
Jadi, capaian di satu turnamen kelompok umur, yang juga turnamen di luar kalender resmi FIFA tidak seharusnya itu berbobot lebih besar dari turnamen mayor resmi FIFA sekelas Piala Asia atau Kualifikasi Piala Dunia.
Tapi, dengan aneka "keajaiban" yang selama ini biasa mewarnai sepak bola nasional dan PSSI, segala kemungkinan masih bisa terjadi, sekalipun itu terlihat absurd.
Selebihnya, tinggal kita tunggu dan lihat, ragam skenario dengan "plot twist" apa saja yang akan muncul nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H