Menjelang berakhirnya era kepelatihan Juergen Klopp di Anfield, manajemen Liverpool mulai bergerak mempersiapkan era pasca-Klopp. Pergerakan ini terlihat di sektor balik layar dan rencana proyek olahraga klub secara umum.
Setelah sebelumnya menarik pulang Michael Edwards sebagai Direktur Operasional dan menunjuk Richard Hughes sebagai Direktur Olahraga, FSG selaku pemilik klub berencana membeli klub di Brasil, untuk dijadikan tim satelit.
Seperti diketahui, tren kepemilikan beberapa klub oleh satu pihak belakangan sedang jadi tren di Eropa. Setelah City Football Group dan Red Bull, muncul rencana serupa, seperti yang dicanangkan FSG, dengan klub-klub Brasil sebagai target.
Selain karena faktor produksi pemain berkualitas yang melimpah, peluang untuk memiliki saham klub Brasil cukup terbuka, karena klub Liga Brasil kerap dilanda masalah keuangan akibat salah urus.
Celah ini menjadi satu kelemahan yang justru menghasilkan keunggulan kompetitif buat tim nasional Brasil, karena penjualan pemain bintang lokal ke klub Eropa kerap diandalkan untuk menambal krisis keuangan klub.
Sebenarnya, rencana membeli klub Brasil sudah pernah diupayakan FSG pada tahun 2021, dengan klub Cruzeiro sebagai target. Tapi, rencana ini gagal, setelah Ronaldo mampu mengungguli tawaran FSG, untuk membeli 90% saham klub profesional pertamanya semasa bermain dulu, dengan harga 70 juta US Dollar
Sebelum membeli saham di klub kasta tertinggi Liga Brasil, legenda Timnas Brasil ini sudah membeli 51% saham klub Real Valladollid (kini bermain di kasta kedua Liga Spanyol) seharga 30 juta euro, pada tahun 2018. Angka ini lalu meningkat jadi 82% pada tahun 2020.
Di Liga Inggris, rencana FSG ini sudah lebih dulu dilakukan John Textor (Crystal Palace). Pebisnis asal Amerika Serikat ini juga punya saham (antara lain) di Lyon (Prancis), Botafogo (Brasil), dan RWD Molenbeek (Belgia). Ada juga Todd Boehly (Chelsea) yang juga punya saham di RC Strasbourg, klub Ligue 2 Prancis.
Seiring suksesnya Red Bull dan City Football Group, kepemilikan saham di beberapa klub lintas negara memang jadi tren, karena mampu memperluas jangkauan pasar, kerja sama, dan pencarian bakat.
Maka, wajar jika FSG bergerak mencari klub sepak bola kedua mereka. Sebagai langkah awal, mereka membidik Pedro Marques (Benfica) sebagai Direktur Olahraga klub kedua nanti.
Soal klub incaran, Santos FC sempat masuk radar FSG, karena punya akademi klub berkualitas. Kebetulan, klub yang mengorbitkan Pele dan Neymar ini juga sedang dilanda krisis keuangan.
Masalahnya, klub yang berlaga di kompetisi kasta kedua Liga Brasil ini masih resisten pada pemilik asing. Apalagi jika idenya adalah menjadi pemilik saham mayoritas klub.
Terbukti, upaya Qatar Sport Investment (QSI) membeli saham Santos tahun 2023 membentur jalan buntu. QSI sendiri sudah memiliki saham di PSG (Prancis) dan Braga (Portugal).
Jika melihat sosok Direktur Olahraga yang diincar, FSG tampaknya akan coba meniru strategi QSI, dengan mengincar klub Liga Portugal, jika tak mendapat klub Brasil. Kebetulan, Liga Portugal cukup dikenal punya reputasi bagus soal pencarian bakat dan mengorbitkan pemain muda.
Jadi, cukup masuk akal jika FSG nantinya mengakuisisi klub Liga Portugal dalam waktu dekat, yang nantinya menjadi satu "sirkel" dengan Liverpool, bahkan menjadi tempat "sekolah para pemain muda The Kop.
Di sisi lain, rencana FSG mencari klub baru, ditambah tren kepemilikan saham di beberapa klub oleh satu pihak dalam beberapa tahun terakhir, telah menjadi satu strategi menarik, yang (sejauh ini) mampu mengakali lonjakan standar harga transfer pemain.
Seperti diketahui, sejak transfer Neymar dari Barcelona ke PSG seharga 222 juta euro tahun 2017 silam, harga transfer dan gaji pemain bak terkena inflasi parah. Situasi makin runyam, ketika UEFA memperketat aturan Financial Fair Play, yang belakangan juga diterapkan (antara lain) di Liga Inggris dan Liga Spanyol.
Dengan makin kuatnya penegasan pada nilai keberlanjutan, mempunyai tim satelit jelas menjadi solusi logis, karena kesempatan mencari bakat dengan harga. masih masuk akal lebih terbuka.
Pada gilirannya, orientasi klub jadi lebih utuh, karena tak hanya berpikir soal meraih trofi untuk jangka pendek, tapi juga memikirkan bagaimana menjaga keberlanjutan di klub, supaya tetap bisa bersaing dengan kondisi keuangan yang sehat.
Terlepas dari sisi rawan yang antara lain berupa konflik kepentingan dan orientasi bisnis, rencana FSG ikut dalam tren "memiliki lebih dari satu klub" alias "multiclub ownership", akan menandai satu siklus lain di Liverpool, yang akan menyambut era pasca-Klopp.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H