Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Suara Katarsis

20 Maret 2024   00:19 Diperbarui: 20 Maret 2024   00:20 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia masih dominan seperti dulu, dengan tingkat kejeniusan yang juga tinggi. Lengkap dengan pergaulan dan empati yang kurang 1 ons.

Bayangkan, manusia macam apa yang tega menanyakan hal-hal sensitif dan menyakitkan, tapi hanya berkata "O" sebagai wujud permintaan maaf, setiap kali dia terbukti salah?

Mungkin, inilah zona nyaman dia, tapi ketika dominasi itu mengarah ke superior, itu jelas mengerikan. Tak ada cukup ruang untuk mengisi energi atau sebatas bertukar energi.

Hanya ada ruang untuk mengurasnya, lengkap dengan perasaan seperti orang paling bodoh di dunia mendengar kata-kata cerdas dari orang yang tinggal di menara gading.

Aku bukan aplikasi kecerdasan buatan yang bisa menjawab banyak pertanyaan sekaligus secepat kilat, tanpa perlu didengar balik. Aku masih manusia yang perlu didengar balik dan punya hak berada dalam posisi setara.

Dia boleh saja berlindung di balik lukanya, tapi jika itu juga melukai orang lain, saatnya minggir. Ada banyak hal jadi terbengkalai akibat energi yang terkuras.

Rasa bersalah yang muncul setelahnya sungguh mengerikan, karena membiarkan waktu berlalu begitu saja. Tapi, itu justru menolong, karena aku jadi bisa melihat, seberapa tidak sehat situasi ini.

Dia memberi ide dan mencoba mengendalikan semua sesuai pikirannya, tapi meremehkan banyak hal. Tentu saja, ini tidak sehat untuk tetap dilanjutkan. Kalau dia tahu apa kerusakan yang sudah ada, sudah pasti dia akan jadi sesosok makhluk suci tanpa dosa.

Jawaban "O" khasnya sudah cukup menjelaskan, baginya ini urusan menang-kalah. Sekalipun sudah kalah telak, terlihat menang dengan jawaban "O" menjadi satu hal wajib.

Mungkin, inilah satu contoh sisi negatif feodalisme, yang ternyata sudah ada sejak masih dalam pikiran, bahkan menjadi senjata agar tak hilang muka saat kalah.

Sebenarnya cukup menyakitkan ketika hal baik yang sudah lama terjaga ternyata harus rusak. Mungkin, inilah cara semesta memilah dan memilih, tanpa bisa diatur. Ada saatnya mendapatkan, ada saatnya melepaskan, demi bisa terus melangkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun