Itu belum termasuk oknum suporter nakal, yang kadang lepas kendali saat tim kesayangannya gagal menang. Sudah banyak insiden terjadi, bahkan sampai disorot dunia, karena ada korban jiwa yang jatuh di sejumlah kesempatan.
Apesnya, masalah ini kadang berlalu dan terlupakan begitu saja, sampai terjadi lagi, tapi untuk dilupakan. Begitu terus sampai seterusnya.
Takkan ada banyak perbaikan berarti, selama kesadaran yang ada baru sebatas kalimat "tak ada sepak bola seharga nyawa" yang rutin muncul tapi terlupakan secepat dia diingat.
Bagian paling absurd dari semua kebobrokan ini adalah, gerak sangat cepat, hanya setiap kali ada kejadian viral. Andai insiden pelanggaran Wahyudi Harmisi tak viral dan pemain kelas internasional seperti Radja Nainggolan tak ikut berkomentar, PSSI pasti tak akan mengkaji ulang potensi sanksi buat Hamisi dan mengevaluasi kinerja wasit.
Dengan parahnya kebobrokan sistem dan output yang didapat dari sistem tersebut, PSSI seharusnya bisa mulai bertindak tegas. Dengan harapan, supaya ada efek jera dan perbaikan serius.
Ini penting, karena olahraga bukan semata soal meraih hasil akhir, tapi juga soal bagaimana mewujudkan sikap sportif secara konsisten, karena olahraga tanpa nilai sportivitas tak lebih dari satu permainan kosong tanpa arti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H