Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kisah Timnas Korea Selatan dan Pelatih Asing

18 Februari 2024   14:13 Diperbarui: 18 Februari 2024   17:00 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juergen Klinsmann saat menangani Timnas Korea Selatan di Piala Asia 2023 . (Dok the-afc.com)

Bicara soal Timnas Korea Selatan, sebenarnya ada sebuah anomali yang menjadi warna khas mereka, setidaknya dalam dua dekade terakhir.

Dalam hal sistem pembinaan pemain dan prestasi, mereka masih menjadi salah satu yang terbaik di Asia. Di saat negara lain mulai melirik pemain diaspora, Korea Selatan masih konsisten mengandalkan sistem pembinaan lokal mereka sendiri.

Dari sini, mereka bisa "mengekspor" pemain lokal mereka ke luar negeri, dengan Eropa sebagai tujuan teratas, khususnya jika pemain tersebut punya kualitas di atas rata-rata.

Dari generasi Cha Bum Kun, Park Ji Sung sampai Son Heung-Min dan Lee Kang In di era kekinian, negara asal drakor ini selalu punya pemain bintang yang jadi representasi Asia di level global.

Sebenarnya, fenomena ini juga sempat terjadi di pos pelatih tim nasional. Sebelum Guus Hiddink (Belanda)datang tahun 2001, pelatih asing yang pernah menangani Timnas Korea Selatan hanya Anatoliy Byshovets (Rusia, 1994-1995).

Tapi, sejak mencapai semifinal Piala Dunia 2002 bersama Hiddink, terlepas dari berbagai kontroversi yang ada, KFA (PSSI-nya Korea Selatan) cenderung lebih membuka diri pada pelatih asing.

Sejak Guus Hiddink, ada beberapa pelatih asing berprofil lumayan yang pernah menangani Tim Taeguk Warriors. Ada Jo Bonfrere (Belanda, 2004-2005) yang pernah membawa Nigeria juara Olimpiade 1996, Pim Verbeek (Belanda, 2006-2007) yang sebelumnya menjadi asisten Guus Hiddink, dan Dick Avocaat (2005-2006, eks pelatih Timnas Belanda di Piala Dunia 1994 dan Euro 2004).

Selain pelatih-pelatih asal Belanda, dua eks pelatih Timnas Portugal juga pernah menjadi pelatih Timnas Korsel, yakni Humberto Coelho (2003-2004) dan Paulo Bento (2018-2022). Keduanya sama-sama pernah membawa Portugal lolos ke semifinal Piala Eropa, masing-masing pada edisi 2000 dan 2012.

Kesan kosmopolitan di daftar pelatih Timnas Korea Selatan makin lengkap, karena mereka pernah juga ditangani pelatih asal Jerman, yakni Ulrich Stielke (2014-2017) dan Juergen Klinsmann (2023-2024).

Keduanya sama-sama pernah menjadi pemain Timnas Jerman (Barat) dan sama-sama pernah melatih di Timnas Jerman sampai tahun 2006. Bedanya, Stielke berperan sebagai asisten pelatih dan pelatih tim junior (1998-2006), sementara Klinsmann berperan sebagai pelatih tim senior (2004-2006).

Dari profil pelatih asing Korea Selatan sejak era Guus Hiddink, sebenarnya terlihat seberapa tinggi ambisi KFA untuk (setidaknya mencoba) melangkah jauh di tingkat Asia dan dunia.

Untuk tingkat Asia, pasukan Negeri Ginseng memang bisa bersaing di level atas, karena memang merupakan satu kekuatan tradisional. Terbukti, ada sejumlah pemain dan pelatih asal Korea Selatan yang berkiprah di Asia, termasuk Shin Tae-yong (pelatih Timnas Indonesia) dan Kim Pan Gon (pelatih Timnas Malaysia).

Masalahnya, untuk melangkah jauh di tingkat dunia, spek pelatih lokal jelas masih belum cukup mengimbangi kemajuan kualitas pemain dalam beberapa tahun terakhir.

Karena itulah, kehadiran pelatih asing berpengalaman menjadi satu solusi. Otomatis, standar harapan pun ikut naik, dan menjelma jadi sebuah rutinitas.

Pada prosesnya, berhubung ekspektasi juara Piala Asia selalu muncul bersama target minimal lolos fase grup di Piala Dunia, harapan ini lalu menjadi sebuah tekanan besar, karena tidak ada kompromi apapun.

Pilihannya simpel: penuhi target atau keluar. Maka, normal kalau sejak era Guus Hiddink, pergantian pelatih asing di Timnas Korea Selatan cukup sering, karena sangat rawan dipecat. 

Praktis, selain Hiddink, hanya Paulo Bento dan Pim Verbeek saja yang lolos dari pemecatan, karena kontraknya habis atau mengundurkan diri.

Sisanya, dicopot karena gagal lolos fase grup Piala Dunia, gagal di Piala Asia, atau tampil jeblok di beberapa partai kualifikasi Piala Dunia. Seperti pada kasus Ulrich Stielke, yang diganti Shin Tae-yong tahun 2017, akibat kalah beruntun di kualifikasi Piala Dunia 2018, setelah sebelumnya mampu melaju ke final Piala Asia 2015.

Tapi, di antara semua pelatih asing yang pernah bertugas, Juergen Klinsmann mungkin menjadi kasus paling aneh, karena legenda Timnas Jerman ini melatih tim seperti di game simulasi sepak bola: tidak banyak turun langsung melatih tim atau mengamati pemain di liga lokal, dan lebih banyak menghabiskan waktu di Amerika Serikat, tempatnya tinggal saat ini.

Juergen Klinsmann, eks pelatih Timnas Korea Selatan asal Jerman (Goal.com)
Juergen Klinsmann, eks pelatih Timnas Korea Selatan asal Jerman (Goal.com)

Selebihnya, tugas teknis banyak dikerjakan oleh tim staf kepelatihan, dengan Klinsi hanya terlihat mendampingi tim di seputar hari pertandingan. Kritik pun semakin deras, karena Son Heung-Min dkk menjadi semifinalis Piala Asia 2023 dengan penampilan kurang meyakinkan.

Meski secara hasil akhir lumayan bagus, metode "pelatih online" ala legenda Tottenham Hotspur terbukti kacau, setelah mencuatnya berita insiden perkelahian Son Heung-Min dan Lee Kang In di media. Tidak ada kontrol memadai di ruang ganti, dan ini adalah satu masalah fatal.

Ditambah lagi, publik sepak bola nasional Korea Selatan juga sudah banyak mengkritik metode sang pelatih sejak lama, yang membuat performa tim kurang meyakinkan. 

Apa boleh buat, pada Jumat (16/2) lalu, KFA memutuskan untuk mencopot eks pelatih Timnas Amerika Serikat itu, dan memberitahukan kepada sang pelatih lewat sambungan telepon, segera setelah keputusan diambil.

Alhasil, Timnas Korea Selatan kini kembali mencari pelatih baru, dengan Shin Tae-yong masuk radar. Meski begitu, kemungkinan merekrut lagi pelatih asing juga masih terbuka.

Menariknya, dari jejak kiprah pelatih asing Timnas Korea Selatan, kita diajak melihat, keberadaan pelatih asing di Timnas Korea Selatan adalah wujud ekspektasi tinggi publik sepak bola nasional, di negara yang secara kualitas dan sistem merupakan salah satu yang terbaik di Asia.

Ada peluang untuk naik level dan belajar di sini, tapi bukan berarti tanpa risiko. Selain tak stabil jika mudah gonta-ganti personel, risiko lain ada ketika pelatih tidak bekerja dengan porsi seharusnya, seperti pada kasus Klinsmann.

Di sini, bukan berarti pelatih lokal tidak cukup layak, tapi karena masih ada gap kekurangan di sektor pembinaan pelatih, yang butuh waktu untuk dikejar, setidaknya sampai gap itu banyak berkurang.

Karena itulah, peran pelatih asing dibutuhkan, dan jika kualitas pelatih lokal sudah jauh lebih baik di masa depan, ketergantungan pada pelatih asing bisa dikurangi.

Fenomena ini merupakan hal umum di negara yang sistem pembinaan pelatih lokalnya masih terus berkembang dan menjadi semakin umum jika tak ada sistem pembinaan pelatih lokal yang memadai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun