Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Asia Masih Jauh, Garuda!

28 Januari 2024   22:02 Diperbarui: 29 Januari 2024   02:12 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bermain bagus tapi kalah telak. Begitulah gambaran performa Timnas Indonesia, kala berjumpa Australia di babak perdelapan final Piala Asia 2023. Dalam laga yang digelar hari Minggu (28/1), Australia menang telak 4-0.

Secara permainan, Tim Garuda sebenarnya cukup mampu mengimbangi lawan, baik dari segi total tembakan maupun penguasaan bola. Secara kolektif, para pemain sudah terlihat lebih kompak dan percaya diri.

Hanya saja, Tim Kanguru menunjukkan kelas mereka sebagai salah satu tim kuat di kawasan Asia. Matt Ryan dkk hanya membuat total 5 tembakan ke gawang Ernando Ari, tapi 3 diantaranya menjadi gol, yang dicetak Boyle, Goodwin, dan Souttar, di menit-menit akhir kedua babak.

Selain efektif, ketiga gol di menit-menit rawan ini sukses memberi pukulan telak beruntun buat Timnas Indonesia. Sebelumnya, Socceroos sudah lebih dulu merusak skenario taktik awal Timnas Indonesia, ketika umpan silang Irvine berbuah gol bunuh diri Elkan Baggott di menit ke 12.

Akibatnya, rencana awal untuk membendung serangan Australia jadi berantakan. Formasi tiga bek tengah yang awalnya jadi pijakan awal malah jadi titik rawan.

Situasi semakin runyam, karena lini serang terlihat tumpul, dengan hanya sekali melepas tembakan ke gawang. Apa boleh buat, langkah tim asuhan Shin Tae-yong terhenti sampai di sini.

Secara materi pemain, Australia memang tak semewah Jepang atau Korea Selatan, tapi tim juara Piala Asia 2015 ini masih cukup kuat secara kolektif. Apalagi, mereka masih dilatih Graham Arnold, yang sukses membawa tim lolos ke babak perdelapan final Piala Dunia 2022, dengan materi pemain yang juga tak terlalu istimewa.

Jelas, ini menunjukkan, level The Socceroos memang berada setingkat di atas Marselino Ferdinan dkk. Mereka tahu bagaimana cara merusak skenario taktik lawan, dan mengunci kemenangan di menit-menit rawan.

Jadi, mampu mengimbangi permainan lawan saja tidak cukup, khususnya jika tim yang dihadapi adalah tim peringkat 25 FIFA. Mereka sudah fokus pada hal-hal tingkat lanjut seperti taktik dan strategi, bukan hal-hal dasar seperti stamina dan cara mengoper bola.

Perbedaan ini terbukti menjadi pembeda, yang benar-benar menentukan hasil akhir di lapangan.

Meski kekalahan 0-4 ini tak mengenakkan, Tim Merah Putih tetap boleh optimis, karena sudah mencetak sejarah, dengan lolos dari fase grup Piala Asia untuk pertama kalinya.

Kalau melihat prosesnya, ini hasil dari apa yang sudah dibangun Shin Tae-yong sejak mulai bertugas akhir tahun 2019 silam. Dimulai dari nol, bahkan minus, karena kompetisi liga sempat vakum karena pandemi, Timnas Indonesia mampu mencatat sejarah di level Asia.

Rentang waktu ini kurang lebih sama dengan Australia, yang mencapai perdelapan final Piala Dunia 2022, setelah hanya meraih 1 poin di fase grup Piala Dunia 2018. Tim Negeri Kanguru bahkan masih berpeluang melangkah lebih jauh di Piala Asia 2023, setelah lolos ke babak perempat final.

Dengan kata lain, jika mau mengikuti proses dan progres positif yang ada, Timnas Indonesia masih butuh waktu untuk naik ke level berikutnya, yakni konsisten tampil di Piala Asia.

Saya tidak langsung menyebut lolos ke Piala Dunia sebagai level berikut buat tim asuhan Shin Tae-yong, karena untuk sampai ke sana, mereka harus terbiasa bersaing di level Asia. Kalau sudah terbiasa dan konsisten, baru boleh bicara soal mimpi ke tingkat dunia.

Maka, penting bagi PSSI dan pihak-pihak terkait, untuk bisa konsisten mengawal progres yang sudah berjalan, supaya Timnas Indonesia tak terjebak dalam stagnasi, dan bermimpi jadi tuan rumah Piala Dunia.

Tak peduli berapa banyak pemain keturunan atau diaspora yang nantinya membela Timnas Indonesia di masa depan, selama itu mampu menghadirkan prestasi, dan diimbangi dengan peningkatan kualitas liga domestik, rasanya tak akan ada yang keberatan. Kecuali, pihak yang memang berpemikiran tertinggal.

Dari progres dan potensi yang ditampilkan Timnas Indonesia di Qatar, sudah saatnya Piala AFF ditepikan sebagai target prioritas. Jangan sampai, Timnas Indonesia kembali jadi katak dalam tempurung.

Bukan berarti tak boleh juara di level Asia Tenggara, tapi lebih karena prestasi di level ASEAN tak banyak membantu di level Asia, apalagi dunia. Percuma jadi raja di Asia Tenggara, kalau hanya jadi bulan-bulanan di level Asia.

Karena itulah, sekembalinya Timnas Indonesia ke Tanah Air nanti, PSSI dan pihak-pihak terkait harus memastikan, tim tak dibuat lupa daratan oleh aneka pujian berlebih, apalagi sampai jadi tunggangan politisi di masa Pemilu, dan ikut kegiatan yang tidak pada tempatnya.

Bukan karena mereka tak boleh diapresiasi, tapi jangan sampai hal-hal toksik merusak kemajuan yang sudah ada, dan membuat semuanya jadi berantakan.

Bisa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun