Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Malaysia, Sebuah Potret Kemajuan Semu

21 Januari 2024   20:50 Diperbarui: 22 Januari 2024   08:51 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reaksi para pemain Timnas Malaysia usai pertandingan sepak bola Grup E Piala Asia AFC 2023 Qatar antara Bahrain dan Malaysia di Stadion Jassim bin Hamad di Doha pada 20 Januari 2024. (AFP/KARIM JAAFAR via Tribunnews.com)

Dalam beberapa tahun terakhir, sepak bola di Asia Tenggara tampak berkembang. Salah satu negara ASEAN yang sepak bolanya tampak berkembang adalah Malaysia.

Di level kompetisi domestik, Liga Malaysia cukup konsisten bertahan di posisi 15 besar Asia. Peringkat ini berbanding lurus dengan performa tim-tim Malaysia, yang rutin tampil di fase gugur kompetisi Asia, khususnya Piala AFC.

Pada musim 2022, Johor Darul Takzim bahkan mampu lolos ke fase gugur Liga Champions Asia. Dengan perkembangan sepesat itu, wajar jika pemain Timnas Indonesia seperti Saddil Ramdani dan Jordi Amat tak ragu merumput di negeri jiran.

Berkat pembenahan liga ini juga, performa Timnas Malaysia juga tampak membaik. Selain mampu lolos ke putaran final Piala Asia 2023, peringkat FIFA Tim Harimau Malaya juga meningkat, dengan menempati peringkat 130 pada periode Desember 2023.

Di Kualifikasi Piala Dunia 2026, langkah awal tim asuhan Kim Pan Gon ini juga cukup mulus, karena mampu mengalahkan Kirgistan dan Taiwan. Ditambah catatan tak terkalahkan di laga ujicoba, termasuk saat menahan imbang Suriah dan Cina jelang Piala Asia 2023, rasanya semua terlihat menjanjikan.

Apalagi, Malaysia berangkat ke Qatar dengan membawa serta 14 pemain diaspora dan naturalisasi, sehingga tim ini tampak sangat kosmopolitan, karena punya banyak pemain berdarah Amerika Selatan, Eropa, Australia dan Afrika. Angka ini menjadi yang terbanyak diantara tim-tim peserta, sekaligus menggambarkan seberapa besar ambisi mereka di turnamen kali ini.

Tapi, ketika turnamen bergulir, Dion Cools dkk malah tampil loyo. Di laga perdana, mereka dibabat Jordania dengan skor 0-4, dan kalah 0-1 dari Bahrain akibat kebobolan gol di menit akhir injury time.

Benar-benar sebuah performa yang jauh panggang dari api. Jangankan meraih poin, mencetak gol saja masih belum bisa.

Akibat dua kekalahan ini, Malaysia menjadi tim ASEAN kedua yang tersingkir setelah Vietnam. Uniknya, Vietnam juga tersingkir setelah kalah dari Indonesia, juga dengan skor 0-1.

Tentu saja, ini menjadi satu pukulan telak buat Malaysia, di tengah tren menanjak mereka bersama Kim Pan Gon. Tapi, performa minor di Qatar justru menunjukkan, kemajuan yang dihadirkan selama ini masih semu, karena kualitas aktual tim ternyata masih biasa saja di turnamen level Asia.

Di antara empat tim Asia Tenggara yang lolos ke Piala Asia 2023, performa Malaysia menjadi yang paling jeblok. Vietnam yang juga kalah 2 kali saja mampu mencetak dua gol, seperti halnya Indonesia dan Thailand.

Dalam beberapa kesempatan, FAM (PSSI-nya Malaysia) memang menyebut, mereka punya pandangan ke level Asia, bukan lagi ASEAN. Terbukti, mereka merekrut Kim Pan Gon yang pernah menjadi direktur teknik Timnas Korea Selatan, menaturalisasi sejumlah pemain di liga domestik, dan berburu pemain diaspora Malaysia di luar negeri.

Jelas, Malaysia punya rencana "naik level" secepat mungkin, tapi rencana ini jadi kontraproduktif, karena terkesan tidak terencana. Belum ada standar kualitas dan kriteria pemain yang jelas.

Ada pemain naturalisasi atau diaspora yang pernah main di liga kasta tertinggi luar negeri, tapi lebih banyak lagi yang bermain di dalam negeri, dengan usia sudah cukup senior.

Ini berbeda dengan Timnas Indonesia, yang punya perpaduan kriteria menarik, tapi punya standar kualitas jelas. Ada yang berpengalaman main di Eropa, ada yang masih berusia muda, dan ada juga yang pernah masuk tim nasional junior negara kelahiran, seperti Justin Hubner dan Sandy Walsh di Timnas junior Belanda.

Ditambah lagi, dari 7 pemain diaspora dan naturalisasi di Tim Garuda, 6 diantaranya bermain di klub luar negeri. Marc Klok yang saat ini bermain di Persib Bandung saja bahkan pernah bermain di Jong Utrecht (Belanda), Dundee United (Skotlandia), dan Cherno More (Bulgaria).

Ditambah pemain-pemain dari klub luar negeri seperti Asnawi Mangkualam (Jeonnam Dragons, Korea Selatan), Pratama Arhan (Suwon FC, Korea Selatan) dan Marselino Ferdinan (KMSK Deinze), keberadaan pemain-pemain abroad, diaspora dan naturalisasi di Timnas Indonesia mampu menaikkan level kualitas tim.

Tak heran, Timnas Indonesia yang kita lihat di Qatar berbeda dengan yang biasa kita lihat di Piala AFF. Mereka lebih kuat dan kompetitif, sehingga menciptakan harapan yang masih bisa dikejar.

Dengan perbedaan mendasar seperti ini, kuantitas jelas bukan faktor penentu, jika kualitasnya tidak signifikan, efeknya justru akan melemahkan tim di laga kompetitif, terutama jika bertemu lawan lebih kuat.

Di sisi lain, punya kompetisi domestik yang termasuk papan atas di level Asia ternyata bukan jaminan mutu yang sepenuhnya bisa diandalkan. Dengan perkembangan tren begitu cepat, perlu ada peningkatan kualitas secara kontinyu. 

Jika tidak, efeknya justru akan jadi bumerang. Adanya kemajuan memang penting, tapi jika sifatnya semu, itu bisa merugikan. 

Sejauh ini, efek itu sudah terjadi di Malaysia, dan semoga bisa segera disadari juga oleh PSSI dan pihak-pihak terkait.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun