Jelang Piala Asia 2023, Timnas Indonesia tampak melakukan aneka persiapan intensif, lewat program pemusatan latihan di Turki plus tiga pertandingan ujicoba, masing-masing melawan Libya (2 kali) dan Iran.
Secara kasat mata, tim pelatih Timnas Indonesia tampak ingin fokus mempersiapkan diri pada pertandingan melawan Irak dan Jepang. Kebetulan, Libya dan Iran sama-sama berasal dari kawasan Timur Tengah, sementara Iran merupakan satu tim papan atas benua Asia, seperti halnya Jepang.
Seperti diketahui, di Piala Asia 2023, Tim Garuda satu grup dengan Jepang, Irak dan Vietnam. Dari ketiganya, Vietnam menjadi lawan cukup familiar, karena sesekali bertemu di level Piala AFF atau SEA Games.
Maka, wajar jika Irak dan Jepang jadi titik fokus. Apalagi, Jepang yang dikapteni Wataru Endo (Liverpool) dan dimotori Takefusa Kubo (Real Sociedad) sedang dalam tren positif dan akan tampil dengan kekuatan penuh.
Soal bagaimana kekuatan Irak, Jordi Amat dkk sudah merasakan langsung saat kedua tim berhadapan di Kota Basra, dalam laga perdana Kualifikasi Piala Dunia 2026 beberapa waktu lalu.
Ketika itu, Irak bermain efektif dan menang 5-1. Catatan ini masih jadi PR buat Timnas Indonesia, karena masalah serupa kembali hadir, dalam kekalahan 0-4 melawan Libya, Selasa (2/1) lalu.
Meski sebenarnya sudah mulai bisa bermain skematis, tim asuhan Shin Tae-yong tampak masih belum padu. Akibatnya tim masih kurang efektif saat menyerang, dan mudah tembus saat diserang.
Di sini, faktor adaptasi pemain, khususnya pemain "abroad" seperti Rafael Struick, Justin Hubner dan Jordi Amat muncul sebagai satu PR tambahan. Jika adaptasi mereka tidak berjalan lancar, sulit untuk mengharapkan Timnas Indonesia tampil padu di Qatar.
Di sisi lain, harapan besar yang (seperti biasa) muncul dari publik sepak bola nasional juga berpotensi jadi beban tambahan. Apalagi, keberadaan pemain diaspora yang main di luar negeri sedikit mengurangi keraguan soal masalah stamina dan postur tubuh pemain Tim Merah Putih.
Masalahnya, dari kekalahan 0-4 melawan Libya, ada satu kelemahan mendasar yang terlihat, yakni para pemain masih belum bisa bermain sebagai sebuah tim. Jelas, sebagus apapun profil pemainnya, sebuah tim bisa jadi bulan-bulanan, ketika tidak bisa bermain sebagai sebuah tim.
Dengan situasi Timnas Indonesia yang baru akan tampil di Piala Asia, untuk pertama kalinya sejak edisi 2007, ditambah posisi ranking FIFA yang masih berada di angka 150 besar, akan kurang adil rasanya kalau Timnas Indonesia langsung dibebani target lolos ke fase gugur Piala Asia 2023.
Karenanya, akan lebih realistis jika PSSI tak membebankan target apapun, apalagi membonceng ekspektasi tinggi publik sepak bola nasional kepada Timnas Indonesia.
Bukan berarti tak boleh bermimpi setinggi mungkin, tapi dengan berbagai kekurangan dan masalah yang ada, sikap realistis menjadi satu kebutuhan, supaya rasa sakit yang timbul akibat gagal lolos fase grup tak sampai menimbulkan dampak negatif lanjutan.
Meski terlihat kurang optimis, tidak mencanangkan target apapun akan lebih membantu tim untuk tampil lepas. Kalau lolos ke babak gugur tak jadi sombong, dan kalau terhenti di fase grup tak menghibur diri apalagi kecewa berlebihan.
Masih banyak hal yang perlu dibenahi di sepak bola nasional sebelum Tim Garuda bisa dibebani target prestasi tinggi. Ini masih jadi PR buat PSSI dan pihak-pihak terkait untuk segera disadari. Kalau tidak, Timnas Indonesia akan tetap begitu-begitu saja, sekalipun seluruh pemainnya main di liga top Eropa.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H