Jelas, ada seabrek argumentasi yang akan muncul di sini, dan kadang sampai membawa-bawa sejarah cemerlang klub di masa lalu. Tapi, karena konteksnya keadaan saat ini, rasanya membawa-bawa masa lalu sangat tidak relevan.
Akibat performa inkonsisten ini saja, United sampai tersesat di posisi tujuh klasemen sementara Liga Inggris. Dengan level performa seperti ini, ditambah masa transisi menyusul kedatangan Sir Jim Ratcliffe sebagai pemegang saham minoritas klub, rasanya United perlu menepikan sejenak mimpi finis di papan atas.
Bukan bermaksud pesimis apalagi skeptis, ini hanya sebentuk pandangan realistis, karena The Red Devils saat ini memang belum cukup kapabel. Terlalu banyak masalah yang dibiarkan sampai jadi ruwet selama sedekade terakhir, dan itu sudah merusak kemampuan tim untuk bersaing.
Masalah ini tak banyak disadari oleh Manchunian, sehingga ekspektasi tetap tinggi, tapi meninggalkan rasa sakit begitu banyak, karena membuat klub jadi bulan-bulanan media dan fans tim rival.
Memang, musim pertama Erik Ten Hag terbilang sukses, karena mampu membawa klub lolos ke Liga Champions, final Piala FA, dan juara Carabao Cup. Tapi, kesuksesan seperti ini justru berbahaya, karena membuat masalah yang ada jadi terlupakan.
Maka, wajar jika performa tim lalu ambyar di musim kedua pelatih asal Belanda itu, karena masalah yang ada malah jadi semakin ruwet. Kalau tak ada perbaikan serius, rasanya tinggal menunggu waktu saja untuk melihat Manchester United turun kelas lagi jadi tim papan tengah.
Tapi, berhubung masalah yang ada begitu rumit, jelas perlu waktu tak sebentar untuk memperbaiki. Otomatis, ekspektasi tinggi perlu ditepikan sejenak. Jika tidak, MU yang sudah kacau bisa lebih amburadul di masa depan, karena harapan tinggi dan nama besar berakhir menjadi satu beban berat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H