Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Proyek ESL dan Logika Aneh Barca-Madrid

22 Desember 2023   17:06 Diperbarui: 23 Desember 2023   02:19 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, pendapatan besar itu kadang tak diikuti dengan transparansi dan manajemen yang baik, sehingga klub top sekalipun masih saja terjerat masalah. Di sini, kasus Plusvalenza Juventus dan krisis keuangan kronis di Barcelona menjadi contoh paling gamblang.

Jadi, ketika proyek ESL kembali hidup, dengan Duo El Clasico sebagai dedengkotnya, ini malah menunjukkan ketamakan keduanya sebagai sebuah entitas bisnis, karena mereka masih mengejar pemasukan sebesar-besarnya, lewat sebuah proyek ambisius yang cenderung congkak.

Dengan adanya ESL, para pemain rawan dieksploitasi habis-habisan akibat jadwal terlalu padat. Kalau dipaksakan, ini bisa merusak kualitas kompetisi secara keseluruhan, dan jadi ajang eksploitasi manusia versi kekinian.

Padahal, kalau La Liga bisa punya distribusi pendapatan yang adil, Atletico Madrid tak perlu menunggu sampai bertahun-tahun untuk jadi juara liga. Kejutan seperti yang dibuat Girona pun bisa lebih sering datang, bukan hanya mampir sekali dalam waktu 15-20 tahun.

Soal komposisi tim peserta, ESL juga menjadi satu wujud kesombongan pencetusnya, karena hanya melibatkan klub-klub besar. Padahal, klub sebesar Real Madrid dan Barcelona pun memulai semuanya dari bawah di negeri sendiri, sebelum jadi seperti sekarang.

Secara kasat mata, konsep "tiada hari tanpa big match" versi ESL memang menarik, tapi itu akan membosankan secara psikologis, dan jika dipaksakan akan membuat ESL kurang menarik, karena tidak punya elemen kejutan.

Konsep ala ESL ini juga bisa menjadi satu blunder, karena membuat nilai spesial sebuah "big match" hilang. Di Indonesia saja, laga berlabel "big match" terasa kurang menarik, karena hampir semua pertandingan punya label itu.

Di sisi lain, proyek ESL yang tampak hidup kembali jadi satu potret menjijikkan sepak bola era industri, karena cenderung ingin menjaga ketimpangan dan membuat klub besar bisa lupa diri.

Andai Real Madrid dan Barcelona tetap ngotot dengan proyek ESL pun, Madridista dan Barcelonista belum tentu satu suara. Apalagi, kalau sampai UEFA dan FIFA meminjam tangan RFEF (PSSI-nya Spanyol) untuk mengucilkan keduanya.

Kalau keduanya sampai dikucilkan dari Liga Spanyol dan Liga Champions, mereka hanya akan jadi tim pesakitan. El Clasico sendiri memang menarik, tapi apakah akan tetap menarik jika rutin hadir tiap minggu?

Karenanya, menarik ditunggu, seberapa kompak FIFA, UEFA, klub, fans dan federasi sepak bola di seluruh Eropa dalam menyikapi proyek ESL ini. Jika tetap solid, rasanya Real Madrid dan Barcelona sedang menggali kubur mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun