Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Melihat Relevansi Program Capres-Cawapres untuk Difabel

13 Desember 2023   23:57 Diperbarui: 14 Desember 2023   12:29 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Warga difabel mengikuti pelatihan tentang usaha kuliner saat mengikuti acara Gebyar UMKM Disabilitas di kompleks Balai Kota Yogyakarta, Yogyakarta, Selasa (1/11/2022). (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Sebelumnya, saya kurang yakin untuk menyuarakan isu satu ini lewat tulisan, karena belum ada gambaran jelas soal arah program capres-cawapres untuk penyandang disabilitas alias difabel. 

Berhubung gambaran visi-misi dan program capres-cawapres (termasuk untuk difabel) sudah rilis di media, saya merasa perlu bersuara, dalam sudut pandang sebagai seorang difabel.

Seperti lazimnya pemilu, ada aneka gagasan program dan visi-misi dari setiap pasangan capres-cawapres. Difabel sendiri termasuk satu kelompok rentan yang ikut diperhatikan, karena data BPS tahun 2020 mencatat, Indonesia punya 22,5 juta warga difabel.

Secara garis besar, ketiga pasangan capres-cawapres di Pemilu 2024 memang punya gagasan program untuk difabel, dengan sama-sama menyebut difabel sebagai "kelompok rentan yang perlu dilindungi", supaya dapat lebih berdaya dan mendapat hak dasar sebagai warga negara, seperti akses fasilitas publik, pendidikan, pekerjaan dan sampai partisipasi politik. 

Semua gagasan ini bagus, karena memang dibutuhkan. Masalahnya, ini sudah rutin muncul di setiap pemilu dan masih belum ada perbaikan signifikan, karena program yang dijanjikan kadang sulit diwujudkan.

(Tribunnews.com)
(Tribunnews.com)

Dari banyak faktor yang bisa berpengaruh, belum adanya budaya inklusif menjadi faktor paling mendasar. Disadari atau tidak, sudah terlalu banyak pendekatan salah kaprah yang selama ini sudah berjalan. 

Sebagai contoh, difabel masih cenderung dikelompokkan bersama sesama difabel, baik dalam sekolah, komunitas, atau pelatihan kerja. Meski maksud awalnya baik, pendekatan ini justru membuat kesan "eksklusif" muncul.

Dalam jangka panjang, kebiasaan ini akan berdampak negatif, karena mereka tidak dibantu untuk melebur sebagai bagian dari masyarakat yang majemuk.

Ini baru soal pengelompokan, belum termasuk urusan pendekatan dalam cara pandang. Kadang, ada orang yang tidak bisa membedakan antara kondisi disabilitas bawaan atau sakit karena faktor lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun