Dari "Tsunami Trofi" ke "Tsunami Komedi". Begitulah gambaran sederhana soal Manchester United belakangan ini, terutama di era Erik Ten Hag.
Seperti diketahui, optimisme Manchunian pada pelatih asal Belanda itu cukup tinggi pada awalnya, karena rekam jejak sukses semasa di Ajax Amsterdam.
Saking optimisnya, frasa "Tsunami Trofi" pun muncul dan berkembang menjadi satu mimpi besar, karena Ten Hag berhasil membawa United lolos ke Liga Champions, finisdi peringkat ketiga Liga Inggris, juara Carabao Cup, dan melaju ke final Piala FA musim 2022-2023.
Wibawa pelatih plontos itu juga terlihat menjanjikan, karena ia berani bertindak tegas pada Cristiano Ronaldo, saat bintang Portugal itu berulah di media. Sebuah situasi yang mau tak mau membuat fans sedikit terjebak nostalgia pada ketegasan seorang Sir Alex Ferguson.
Tapi, dibalik optimisme itu, terselip satu pergeseran situasi cukup drastis, karena MU kesulitan tampil konsisten. Di satu laga, mereka bisa tampil berani dan menang dramatis, tapi di laga lain bisa tampil loyo, seperti saat dibantai Bournemouth 0-3 di kandang sendiri, dalam lanjutan Liga Inggris, Sabtu (9/12).
Terlepas dari banyaknya pemain yang cedera atau punya masalah lain di luar lapangan, peningkatan performa tim lain, misalnya Tottenham Hotspur, Aston Villa dan Liverpool, membuat performa Si Setan Merah terlihat anjlok.
Padahal, mereka sebenarnya masih ada di level performa sama seperti musim lalu. Tapi, minimnya perkembangan dalam tim secara umum, membuat rival sekota Manchester City terjebak dalam stagnasi.
Sebenarnya, The Red Devils sudah menggelontorkan dana lebih dari 150 juta pounds di musim panas 2023. Nama-nama yang didatangkan pun cukup menjanjikan.
Ada Rasmus Hojlund yang cukup bersinar di Atalanta, Andre Onana yang mencapai final Liga Champions bersama Inter Milan, Mason Mount yang kenyang prestasi di Chelsea, dan Sofyan Amrabat yang jadi bintang di Piala Dunia 2022.
Dengan keleluasaan belanja seperti ini, ditambah kontrol penuh sang pelatih atas tim, seharusnya "Tsunami Trofi" bisa sedikit lebih terlihat.
Tapi, bukannya "Tsunami Trofi", "Tsunami Komedi"-lah yang datang, karena masalah ada di setiap lini, tapi dinamika yang ada malah membuatnya terlihat seperti komedi.
Awalnya, komedi ini hanya muncul di level pemilik klub, ketika Keluarga Glazer menciptakan saga penjualan klub yang berlarut-larut. Meski sudah berjalan setahun terakhir, belum ada kabar resmi lebih lanjut soal ini.
Di bawah mistar, Andre Onana cukup rajin kebobolan dan membuat blunder. Padahal, sinar kiper asal Kamerun itu begitu terang bersama Inter Milan, sampai membuat sang pelatih berani melepas David De Gea, kiper peraih Sarung Tangan Emas Liga Inggris musim 2022-2023.
Celakanya, duo palang pintu pemenang Piala Dunia, yakni Raphael Varane dan Lisandro Martinez belakangan cukup akrab dengan urusan cedera. Padahal, keduanya cukup banyak diharapkan dapat menjadi duet tangguh di jantung pertahanan.
Ingat sambutan meriah buat Varane dan sebutan "jagal" buat Martinez kan?
Dua hype tinggi itu, secara ironis malah menjadi komedi, karena Ten Hag justru cukup sering memainkan Harry Maguire, mantan kapten yang terkenal karena blundernya, dan hampir saja dijual rugi ke West Ham musim panas lalu, bersama Johnny Evans, pemain senior berusia 35 tahun, yang dulu merupakan duet Maguire di Leicester City.
Secara tak terduga, ironi ini justru menghadirkan ironi lain. Sejak Evans pulang ke Old Trafford, performa Maguire langsung membaik, dan membuatnya diganjar penghargaan Pemain Terbaik Liga Inggris bulan November 2023.
Dengan situasi seperti itu, kita patut curiga. Jangan-jangan, dulu sebagian besar kemampuan bertahan Maguire sengaja dijual terpisah oleh Leicester City, karena kemampuan itu ada pada sosok Johnny Evans, yang secara tak terduga didatangkan secara gratis setelah kontraknya di Leicester City tuntas.
Di lini tengah, Mason Mount yang dibeli mahal malah kalah bersinar dengan Scott McTominay, yang ironisnya hampir dijual ke West Ham pada bursa transfer musim panas 2023.
Masih di lini tengah, Casemiro yang musim lalu dipuja-puja tampak sudah kehabisan bensin. Amrabat yang digadang-gadang bersinar malah belum juga klik. Anehnya, pemain yang dipinjam dari Fiorentina ini kadang diplot sebagai bek sayap dadakan, meski United sudah meminjam Sergio Reguilon dari Tottenham Hotspur.
Di lini depan, Rasmus Hojlund masih "istiqomah" puasa gol di liga. Memang, pemain asal Denmark ini sudah mencetak 5 gol dari 5 penampilan di Liga Champions, tapi itu tak banyak membantu, karena posisi klub diujung tanduk.
Praktis, satu-satunya alasan yang membuat harga transfer 65 juta pounds atas namanya terlihat masuk akal hanyalah performanya di Liga Champions dan nama belakangnya yang mirip Erling Haaland.
Selebihnya masih tanda tanya, karena klub malah punya jagoan baru dalam diri Alejandro Garnacho. Meski belum konsisten, pemuda Argentina ini sudah dipuji Manchunian karena mampu mencetak gol akrobatik ke gawang Everton, yang menjadi Gol Terbaik Liga Inggris bulan November 2023.
Sementara itu, Marcus Rashford yang tahun lalu dipuja-puja malah menampilkan mode makhluk astral: antara ada dan tiada.
Pemain Timnas Inggris itu setali tiga uang dengan Antony yang hobi gocek-gocek bola sampai hilang dan Anthony Martial yang sering cedera otot tapi masih tetap dipertahankan, karena punya label "The Next Thierry Henry" saat datang dari AS Monaco tahun 2015.
Untuk label satu ini, saya curiga, jangan-jangan Manchester United salah baca label, karena "The Next Thierry Henry" sebenarnya di AS Monaco justru ada pada sosok Kylian Mbappe, bintang Timnas Prancis kekinian yang juga menjadi bos kecil di PSG.
Di area teknik, Erik Ten Hag juga masih menunjukkan ketegasan, dengan mencoret Jadon Sancho setelah sang pemain berani cuap-cuap di media sosial. Tapi, sang pelatih tampak kewalahan menghadapi media, sampai membuat klub mencekal beberapa kanal media untuk sesi wawancara.
Secara taktik, sang meneer juga tampak amburadul. Memang, menurut idealismenya, United harus memainkan sepak bola menyerang, dengan melibatkan kiper modern.
Cara ini memang sukses besar di Ajax Amsterdam. Masalahnya, Liga Inggris bukan Liga "sepiring bertiga" seperti Eredivisie Belanda.
Apesnya, setelah digasak Bournemouth 0-3 di kandang sendiri, United harus bersiap menghadapi Bayern Munich di Liga Champions, sambil berharap jagoan Jerman itu mau berbaik hati, karena sudah juara grup.
Tapi, sebagus apapun performa Harry Maguire dkk di laga itu, kemenangan mereka akan jadi mubazir, jika ada pemenang di laga Galatasaray vs Copenhagen.
Untuk melengkapi penderitaan, selepas dibuat deg-degan di Liga Champions, United akan bersiap menghadapi tuan rumah Liverpool di Liga Inggris.
Partai "The Northwest Derby" ini akan terasa horor buat Setan Merah, karena sejauh ini, Liverpool selalu menang di laga kandang musim 2023-2024.
Jangan lupa, pertemuan terakhir kedua tim di sana berakhir dengan skor 7-0, dengan Darwin Nunez yang sering membuat tendangan "nyasar" saja mampu mencetak dua gol ke gawang David De Gea.
Berhubung musim kompetisi masih belum setengah jalan, sepertinya kisah "Tsunami Komedi" Manchester United juga masih akan berlanjut, kecuali ada perbaikan signifikan dalam waktu dekat.
Mungkin, situasi yang bergulir sejauh ini cukup menyakitkan buat Manchunian, karena optimisme tinggi di awal musim malah menciptakan rentetan cerita komedi.
Tapi, ini memang layak didapat, karena klub memang punya masalah kronis di berbagai sisi. Selama ini tidak diperbaiki, "Tsunami Komedi" masih akan berlanjut, seperti halnya fenomena "bedol desa" suporter di Old Trafford, setiap kali tim kalah telak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H