"Selalu ada yang pertama, bahkan untuk mereka yang paling tidak beruntung sekalipun."
Inilah kata-kata yang sering kudengar, tiap kali cerita getir soal cinta dan wanita kembali datang. Awalnya, ini memang terdengar seperti satu pelecut semangat.
Satu-dua kali mungkin bisa diterima, apalagi kalau itu sudah masuk fase baku tembak. Ibarat pertandingan, kekalahan ini terjadi di laga final.
Paling tidak, ada alasan untuk memberi titel hiburan "Juara Tanpa Mahkota". Walau sebenarnya ini adalah jenis luka parah tanpa darah. Seperti seorang amatir dihajar pukulan tenaga dalam kekuatan penuh oleh ahli silat paling kuat.
Mungkin, inilah senjata istimewa para wanita. Sudut kerling mata mereka bisa memikat, tapi pada saat yang sama, kata-kata mereka bisa memukul dengan sangat telak, saat kata "tidak" sudah tersimpul, sekalipun tanpa diucapkan.
Andai kekuatan maut ini bisa digunakan menjadi senjata tempur, daya hancurnya pasti tak kalah hebat dengan rudal balistik.
Bagi mereka yang sudah sampai di fase itu, Â sekalipun berkali-kali, setidaknya ada sedikit rasa lega, karena semua sudah jelas.
Walau sakit, ini masih layak dirayakan, seperti yang dinyanyikan Si Cinta dalam lagu "Serenata Jiwa Lara":
Aku pulang, terbenam sudah mentari hati
Aku pulang, gugur lagi asmara mewangi
Sorai gelora, hati menepi
Tak ada bintang-bintang menari
sendiri lagi.....
Tapi, rasa sakit itu masih belum seberapa, jika dibandingkan dengan mereka yang dipaksa kalah sebelum bertanding. Entah karena keduluan atau memang bernasib sial, semua bisa terjadi begitu saja.