Dengan dinamika dunia bisnis (termasuk bisnis siaran televisi) yang sangat menuntut profit sebanyak mungkin demi tetap eksis, mengikuti tuntutan pasar memang jadi rumus survival paling mendasar, karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Tapi, karena tontonan olahraga juga menghadirkan sebuah tuntunan, sudah seharusnya manfaat dan fungsi edukatif juga perlu dikedepankan, karena memang menjadi hak masyarakat sebagai konsumen.
Menariknya, dari perbedaan situasi antara "English commentary" dan komentator berbahasa Indonesia, kita seperti diajak melihat dari dekat, perbedaan apa saja yang ada, dan kekurangan apa saja yang bisa diperbaiki komentator sepak bola di televisi nasional.
Kalau semua pihak mau melihat lebih cermat dan belajar, Piala Dunia U-17 seharusnya bisa jadi momentum perbaikan kualitas buat komentator olahraga (khususnya sepak bola) nasional, supaya bisa menghadirkan satu tontonan yang sekaligus jadi tuntunan buat masyarakat Indonesia.
Sudah saatnya objektivitas dibudayakan, karena bias (apalagi yang cenderung berlebihan) itu tidak baik untuk dibiasakan. Jangan sampai, penonton di layar kaca nasional terlanjur terbiasa menikmati pertandingan tanpa suara komentator, karena terlanjur merasa tak nyaman.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H