Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hujan Perdana

5 November 2023   11:35 Diperbarui: 5 November 2023   11:37 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu (4/11) malam WIB menjadi malam minggu yang menyenangkan di Yogyakarta. Bukan karena ada pesta, tapi karena hujan yang lama ditunggu akhirnya datang.

Dengan intensitas yang cukup deras dan durasi cukup lama, hujan ini seperti mewakili rasa lega, karena hawa panas yang luar biasa boleh berangsur pergi.

Maka, wajar kalau euforia menyambut hujan ada di sana-sini. Ada yang bersyukur, ada juga yang sudah mengucapkan selamat tinggal kepada es teh dan es krim, karena sudah bersiap dengan mie dan bakso kuah.

Saya sendiri masih setia dengan kopi tanpa gula. Mau panas atau hujan, kopi tetap di depan. Tidak ada euforia untuk hal rutin di wilayah iklim tropis.

Kembali ke euforia menyambut hujan perdana. Jujur saja, saya merasa agak geli dengan fenomena ini, karena terkesan menihilkan sikap waspada.

Bukan berarti tak boleh bergembira, tapi ini soal kesadaran akan situasi. Dengan karakteristik cuaca cenderung ekstrem, kita tak bisa terus terlarut dalam euforia. Sebuah fenomena ekstrem kadang menghadirkan fenomena ekstrem berikutnya sebagai penyeimbang.

Boleh saja orang sibuk membahas El Nino tiap kali kemarau panjang membawa suhu panas, tapi ketika musim hujan datang, jangan pernah lupakan La Nina, yang biasa membawa serta angin kencang, banjir dan hujan deras.

Di daerah rawan banjir, misal di Jakarta, musim hujan seharusnya jadi sebuah alarm peringatan untuk bersikap waspada. 

Sikap ini sebenarnya sudah jadi rutinitas tiap tahun, tapi karena banjir masih rutin datang seperti murid teladan, hampir setiap tahun juga lagu "Kompor Meleduk" karya Benyamin Sueb rutin berkumandang, bersama dengan aneka pemberitaan di media. 


Kalau hujan turun deras dan membuat kita sering kehujanan, kita harus waspada terhadap flu dan gangguan kesehatan lain.
Pepatah saja berkata, "sedia payung sebelum hujan.", dan sejauh ini masih berbunyi sama.

Maka, ketika hujan akhirnya datang, entah itu di daerah rawan banjir atau tidak, daripada ber-euforia dan menjadi FOMO di media sosial, kita perlu mulai segera beradaptasi dengan musim hujan. Jadi, saat hujan mulai terasa menyebalkan, kita masih bisa bersyukur, bukan malah menyalahkan hujan.

Saat hujan deras mendatangkan mati listrik, kita tetap bisa tidur nyenyak. Saat hujan memaksa waktu janjian digeser, kita tidak kehilangan semangat.

Tidak ada yang tersakiti, karena hujan pada dasarnya hanya menjalankan tugas. Malah, di balik kemampuannya membangkitkan sisi melankolis manusia,  hujan yang turun juga bisa mengundang sisi romantis, yang pada gilirannya akan mengobati kesedihan, bahkan menyalakan lampu inspirasi.

Dalam banyak lagu, hujan sering digambarkan sebagai "pendahulu" pelangi, sang simbol kebahagiaan. Jadi, tak perlu ber-euforia dengan hujan, jika dalam perjalanan waktu nanti, kita justru lebih sering mencaci-maki hujan.

Sebaliknya, kalau kita mau menyesuaikan diri dengan perubahan cuaca yang akan datang, semua akan tetap baik-baik saja. Tak perlu mengundang pawang hujan, karena kita dan cuaca sudah saling menyesuaikan diri.

Selebihnya, mari kita nikmati, apa yang akan dihadirkan musim hujan sampai musim kembali berganti. Karena, tak selamanya mendung itu kelabu, dan tak selamanya juga cerah itu ceria.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun