Mulai dari era Daniel Passarella,
Ramon Diaz, Pablo Aimar sampai Javier Mascherano, akademi River selalu punya talenta kelas satu yang juga jadi pilar di tim nasional. Dari klub ini juga, Diego Simeone membangun reputasi sebagai salah satu jago taktik dari Argentina.
Selain mengorbitkan pemain lokal, mereka juga ikut mengorbitkan pemain asing sekelas Enzo Fransescoli (Uruguay, saat ini menjadi pelatih tim utama), Marcelo Salas (Chile), Radamel Falcao (Kolombia) dan Alexis Sanchez (Chile).
Tapi, akibat salah urus manajemen yang parah, klub penghuni Estadio Monumental ini terjerat hutang sebesar 75 juta dolar Amerika dan mengalami krisis keuangan pada tahun 2011.
Sebenarnya, tanda-tanda penurunan sudah terlihat sebelumnya, yakni ketika klub ibukota Argentina ini sempat terdampar di dasar klasemen pada putaran pertama (Apertura) Liga Argentina musim 2008. Beruntung, di bawah arahan Diego Simeone, Ariel Ortega dkk bisa bangkit di putaran kedua (Clausura) dan menjuarai liga di musim 2008.
Rupanya, prestasi ini membuat tim terlena, dan ketika penurunan terjadi lagi di tahun 2011, mereka tak kuasa menghindari jerat degradasi dan kehilangan status spesial di Liga Argentina. Satu momen pahit yang disambut amukan suporter setia klub, segera setelah dipastikan terdegradasi.
Copa Libertadores, Liga Champions nya Amerika Selatan.
Beruntung, manajemen klub lalu berbenah. Hasilnya, River hanya setahun mencicipi kerasnya kompetisi kasta kedua Liga Argentina, dan meraih beragam prestasi dalam sedekade terakhir, termasuk torehan sepasang trofiDalam era kebangkitan ini juga, Los Millonarios mengorbitkan pemain macam Enzo Fernandez, Exequiel Palacios, Gonzalo Montiel, dan Julian Alvarez. Keempatnya, plus kiper senior Franco Armani, turut meraih trofi Piala Dunia 2022 bersama Timnas Argentina di Qatar.
Kembali ke Ajax Amsterdam. Untuk saat ini, mereka memang sedang dalam posisi menurun, tapi berhubung penurunan ini bersifat sangat drastis, mereka perlu mengurai dulu benang kusut yang ada, dan menata ulang situasi.
Kalaupun dalam waktu dekat De Rood Witte masih berprestasi di tingkat domestik, tapi  masih kisruh di area teknis, mereka masih harus waspada. Jika tidak, mereka akan bernasib seperti River Plate dulu.
Berprestasi di tengah situasi kacau memang satu hal spesial, tapi itu bukan alasan valid untuk menjadikan semua terlihat baik-baik saja. Selama prestasi itu tidak menyentuh, apalagi diikuti dengan perbaikan akar masalah, ia hanya akan memperparah kerusakan, cepat atau lambat.
Akankah kisah muram River Plate terjadi juga di Amsterdam?