Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Keluarga Jokowi dalam Perspektif Edukasi Politik

22 Oktober 2023   14:28 Diperbarui: 22 Oktober 2023   14:29 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalahnya, dengan Kaesang naik sebagai Ketua Umum parpol secara dadakan, ditambah kemungkinan Gibran maju sebagai Cawapres Prabowo Subianto (atas dukungan Partai Golkar) kita dipaksa melihat, seberapa berat kekurangan kualitas politik nasional untuk saat ini.

Entah karena tak mau ribet atau memang tak ada pilihan lain, anak-anak Jokowi (yang seharusnya masih perlu ditempa lewat proses dan pengalaman praktis) seperti dipaksakan untuk naik kelas dengan sangat cepat di usia relatif muda (sebagai politisi).

Dengan harapan menjadi seperti sang ayah, mereka seperti mendapat karpet merah, untuk naik ke level atas. Padahal, ada begitu banyak orang yang sampai harus berdarah-darah, untuk bisa naik ke posisi mereka.

Secara realistis, punya "koneksi" yang kuat dan relatif tidak aneh-aneh, apalagi yang sekaliber Jokowi, memang akan sangat berguna. Minimal, semua sudah tahu, bagaimana rekam jejaknya.

Masalahnya, jika terus dibiasakan, cara ini akan jadi satu kebiasaan buruk. Setelah Jokowi selesai bertugas sebagai presiden, bukan tak mungkin situasi yang sama akan terjadi pada keluarga Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan, jika terpilih menjadi presiden baru.

Kebetulan, seperti halnya Jokowi, keduanya sama-sama maju sebagai Capres yang diusung partai dan koalisi, bukan dalam posisi sebagai ketua umum atau petinggi partai.

Meski kaderisasi partai (yang berjalan dengan baik) bisa menghasilkan figur seperti Jokowi, kita patut khawatir, cara-cara khas oportunis seperti pada kasus Gibran dan Kaesang masih akan digunakan. Khususnya, selama skor elektoral dan kekuasaan masih jadi tujuan utama.

Tidak ada peluang nyata buat Politisi Muda, kecuali punya bekingan kuat.

Maka, selama cara-cara oportunis ini masih membudaya, sebagus apapun rekam jejak tokohnya, kita tidak bisa sepenuhnya percaya, apalagi menjadi fanatik.

Bukan karena skeptis, tapi lebih karena politik di Indonesia masih sebatas jadi alat polarisasi dan pembodohan publik, bukan sarana edukasi yang seharusnya bisa membuka wawasan apalagi mencerdaskan logika politik masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun