Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Garuda Muda Memang Belum Sebagus Itu

29 September 2023   01:52 Diperbarui: 29 September 2023   06:20 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
NOC Indonesia / Naif Al'as

Dengan persiapan yang kurang maksimal, dan tidak bisa menampilkan materi terbaik, performa tidak maksimal Tim Merah Putih di Tiongkok memang bisa dimengerti. Karenanya, akan kurang adil kalau mereka dibebani target terlalu tinggi.

Di sisi lain, kesuksesan menjadi juara SEA Games juga bukan jaminan mutu, karena level Asia jelas lebih sulit. Di Asian Games 2022, Asia Tenggara memang punya 3 wakil di fase gugur, yakni Indonesia, Thailand dan Myanmar.

Tapi, ketiganya sama-sama lolos sebagai tim peringkat ketiga terbaik, dan rontok di babak perdelapan final. Thailand takluk 0-2 dari Iran, sementara Myanmar dicukur Jepang 7-0.

Satu tim lagi yakni Vietnam, sebenarnya juga finis di peringkat ketiga grup, tapi tak lolos ke babak selanjutnya. Jadi, sudah terlihat, di mana posisi aktual wakil Asia Tenggara di level Asia.

Sebenarnya, Vietnam masih menjadi tim paling berkembang di ASEAN, karena sempat menembus final Piala Asia U-23 dan perempat final Piala Asia, tapi mereka belakangan menurun setelah ditinggal pelatih Park Hang Seo.

Jelas, ini adalah satu ketertinggalan yang perlu dikejar, sekaligus membuktikan, sudah saatnya PSSI melupakan obsesi untuk berjaya di level Asia Tenggara.

Bukan berarti tak boleh, tapi lebih karena kejayaan di level Asia Tenggara belum bisa jadi modal ideal untuk berprestasi tinggi di level Asia. Kalaupun bisa dan sering diraih, ini rawan menghadirkan stagnasi.

Dengan kegagalan ini juga, seharusnya perdebatan antara "lokal pride" dan bukan tidak perlu ada, karena tidak relevan. Lagipula, Indonesia juga masih punya sedikit pelatih lokal berlisensi Pro AFC, yang belakangan jadi syarat wajib bagi pelatih tim nasional atau klub kasta tertinggi liga domestik.

Tidak perlu lagi ada "hype" terlalu tinggi dan prediksi rasa ekspektasi, karena itu menihilkan objektivitas dan menghambat kesempatan untuk lebih berkembang.

Kalau jumlah pelatih lokal berlisensi pro saja masih minim, tapi masih bisa berlagak selangit, apa iya bisa maju?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun